FOTO: Masjid Tuha Ndjong di Cot Trieng, Lueng Putu, Kabupaten Pidie |
MENGUPAS sejarah tentang Pidie tidak akan pernah habis-habisnya. Banyak sejarah dari masa lalu yang sampai sekarang masih terpendam dan jarang di telusuri.
Pidie dulunya merupakan sebuah kerajaan yang tunduk langsung dibawah kekuasaan Sultan Aceh Darussalam. Sudah sewajarnya jika Pidie banyak menyimpan sejarah-sejarah yang layak untuk ditelusuri dan diperjelas.
Salah satu situs sejarah yang baru-baru ini kami telusuri adalah sebuah masjid lama Ndjong. Salah satu masjid peninggalan masa Kerajaan Aceh
Darussalam.
Masjid
ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Bangunan yang diperkirakan telah berdiri lebih dari 2 abad ini masih bisa kita jumpai sampai sekarang tepatnya di Gampong Dayah Nyong, mukim Nnyong, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya.
Masjid
yang bergaya arsitektur campuran Aceh dan China ini menyimpan sejarah panjang tentang masa Kerajaan Aceh
Darussalam. Masjid ini didirikan oleh Laksamana Polem yang dulunya merupakan penguasa negeri Ndjong.
Menurut penuturan Ibrahim Syam (84) Mesjid Tuha Dayah Ndjong didirikan oleh Laksamana Negeri Ndjong yaitu Laksamana Polem pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Bahkan bahan untuk pembuatan masjid tersebut banyak didatangkan dari Penang seperti batu-batu serta ukiran-ukiran di atas jendela masjid.
Mengulas sedikit siapa Laksamana Polem tersebut, menurut H. M. Zainuddin Laksamana Polem ialah Meuntroe Adan yang bergelar Meuntroe Polem. Gelar ini diberikan oleh Kesultanan Aceh pada masa Sultan
Iskandar Muda.
Kemudian Laksamana Polem mengawinkan anaknya yang bernama Teuku Muhammad Hussain dengan anak Teuku Bentara Ndjong. Ketika Teuku Bentara Ndjong meninggal ia tidak memiliki anak laki-laki, maka diangkatlah menantunya itu sebagai penggantinya oleh masyarakat setempat.
Laksamana Hussain memiliki 17 orang anak. Anak-anaknya itu diminta untuk mengatur dan membuka wilayah perkebunan baru. Teuku Rajeu’ Main ditugaskan menjaga pantai sepanjang Blang Gapu, Ie Luebeu sampai ke Kuala Ndjong. Ia memerintah di sana dengan membuka peternakan sapi dan pertambakan, serta memperbanyak pukat (jaring) bagi para nelayan.
Sementara anaknya yang tua, Teuku Mahmud
membantunya memerintah di Kuala dan Keude Ndjong. Karena perkawinan anak-anaknya itulah pengaruh kekuasaannya Laksamana Hussain semakin melebar. Setelah Laksamana Tuanku Muhammad Hussain mangkat,
maka diangkatlah Teuku Mahmud, anaknya sebagai pengganti dengan gelar Laksamana Mahmud Negeri Ndjong. [Zikrul Khalis]