Foto Google
ISTIQAMAH di jalan Allah ialah senantiasa mengikuti jalan lurus yang
diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita selalu
memohon jalan yang lurus itu, istiqamah itu, “Ihdinash shiraatal mustaqiim”.
(Tunjukilah kami jalan yang lurus).
Istiqomah dalam beribadah dapat
diartikan sebagai suatu sikap untuk senantiasa menjalankan apa yang
diperintahkan oleh Allah. Perintah untuk beristiqamah tatkala beribadah ini
sejalan dengan perintah untuk selalu berada di jalan yang lurus.
Allah menyebut di dalam Al-Quran :
Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan
yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah
taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS Hud
: 112).
Namun, tentu dalam menjalankan ibadah,
apalagi suatu perjuangan besar, istiqamah itu menjadi tidak semudah yang
dibayangkan, karena berbagai variabel penggodanya. Mulai dari tantangan dan
hambatan kesulitan yang menghadang, terbatasnya sarana dan materi yang
diperlukan, hingga godaan kemaksiatan dan kemalasan. Walaupun penggoda terbesar
sesungguhnya dari dalam diri sendiri.
Dalam hal ini, ada beberapa cara yang
bisa membantu kita untuk tetap istiqamah di jalan Allah. Di antara cara agar
tetap istiqamah tersebut adalah:
Pertama, meluruskan niat.
Niat yang lurus, ikhlas dan jujur hanya
mengharapkan ridha Allah. Sehingga kalau ada kendala-kendala teknis di
lapangan, kita akan tetap beribadah dan berjuang. Sebab kita melaksanakan
ibadah dan juang adalah karena Allah bukan karena materi atau manusia.
Allah mengingatkan kita di dalam ayat:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam
[menjalankan] agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah
[98]: 5).
Di dalam hadits disebutkan:
Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan
hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan
apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang
hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia
nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab).
Kedua, Memahami makna kalimat syahadat.
Dua kalimat syahadat bukan hanya tanda
dia seorang Muslim. Namun lebih dari itu, merupakan komitmen hamba Allah dalam
menjalani hidup senantiasa tertuju pada kalimat thayyibah Laa ilaaha illallaah,
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Makna hakikatnya adalah bahwa kita
hidup, beramal, bekerja, mengajar, berjuang, hatta berumah tangga pun semua
tiada lain kecuali karena Allah. Tidak ada yang dituju dan diharap kecuali
hanya Allah.
Sehingga, jika ada ujian melanda, godaan
membujuk dan hambatan menghadang, kita tidak akan mundur satu inci pun dalam
beribadah dan berjuang. Sebab kita berjuang karena Allah saja. Walaupun juga
misalnya yang lain bermalas-malasan, dan hanya tinggal kita sendiri yang
berjuang. Kita tetap maju, sebab kita berjuang bukan karena pimpinan atau
teman. Tapi karena Allah. Itulah konsekwensi syahadat tauhid.
Kalimat Tauhid inilah ikatan terkuat
seorang Muslim terhadap Tuhannya. Lalu, dalam keseharian mengikuti teladan
Muhammad Rasulullah, utusan Allah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketiga, Bertadarus Al-Quran
Membaca Al-Quran, setiap hari secara
rutin adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah. Sehingga dengan
kedekatan kepada Allah akan dapat membantu kita untuk lebih istiqamah beribadah
dan berjuang di jalan Allah.
Sebab, Al-Quran adalah kitab suci umat
Islam yang bisa meneguhkan hati, menenteramkan jiwa, membasuh kegalauan dan
obat bagi setiap Muslim. Maka dengan demikian kita tidak mudah tergoyahkan oleh
hal-hal yang mampu merusak iman.
Berapa waktu sich kesibukan kita
dibandingkan dengan Nabi dan Para sahabat, dengan para Khalifah, para syuhada
dan pejuang terdahulu? Mereka tetap menyediakan waktunya untuk membaca
ayat-ayat suci Al-Quran pedoman hidupnya.
Keempat, bergaul dengan orang-orang
shaleh.
Manusia sangat dipengaruhi di mana ia
berada dalam komunitasnya. Maka, di group-group media sosial, manusia akan
berkumpul dengan teman-temannya yang sevisi, sejalan, sehobi, dan seterusnya.
Sahabat Umar bin Khattab mengatakan
bahwa kelak pada Hari Kiamat setiap manusia akan dibangkitkan Allah bersama
dengan komunitasnya, kelompok yang mereka akrabi, saat mereka hidup di dunia.
Jika ia berkomunitas dengan orang-orang
maksiat, maka ia akan dikumpulkan dengan mereka. Dan jika ia berkumpul dengan
komunitas orang-orang shaleh, maka ia pun akan dikumpulkan bersama mereka.
Oleh karena itu sebagai orang beriman
kita harus selalu memperhatikan dengan komunitas atau majelis yang seperti apa
kita bergabung. Karena walau sekedar sebagai teman pergaulan saja, semua akan
memiliki konsekwensi yang sangat besar kelak di hari kiamat.
Dengan bergaul bersama orang-orang
shaleh, sedikit banyak kita akan ketularan shaleh. Lama-lama menjadi kebiasaan,
hingga akhirnya menjadi karakter atau akhlak sehari-hari.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
menggambarkan, “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan
orang yang jahat adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai
besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli
darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika
engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau
dapat baunya yang tidak enak.”
Kelima, rajin berdoa dan berzikir kepada
Allah.
Doa dan dzikir sangat penting untuk
meneguhkan keistiqamahan kita. Sebab kita manusia tiada daya dan upaya kecuali
atas pertolongan Allah.
Bagaimana kita mau memohon pertolongan,
bimbingan dan kekuatan-Nya, jika kita tidak khusyud alam berdoa dan berdzikir. Berdoa seolah tidak memerlukan,
berdzikir seolah sambil lalu saja.
Di antara doa agar kita diberi
keistiqamahan di antaranya:
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran [3]: 7).
Artinya: “Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR At-Tirmidzi,
Ahmad, Al-Hakim).
Semoga kita
diberi keistiqamahan dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah. [Ali
Farkhan Tsani/Mirajnews.com]
Baca Juga :