SIKAP ihsan atau berbuat baik dalam segala hal kehidupan sehari-hari
adalah suatu keharusan bagi setiap muslim, tidak hanya
dalam amar makruf untuk taat pada perintah Allah SWT tapi juga dalam nahi
mungkar untuk mencegah perbuatan maksiat dan dosa.
Islam untuk
prinsip-prinsip ketaatan, iman untuk pilar tauhid dan ihsan sebagai kualitas
dari keduanya. Islam tanpa ihsan adalah kering, iman tanpa ihsan juga gersang,
demikian juga ihsan tanpa keduanya adalah kosong. Sehingga
sebagian ulama menempatkan ihsan sebagai intisari tasawuf Islam.
Demikian
disampaikan Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)
Provinsi Aceh, Dr Tgk H Idris Mahmudy SH MH saat mengisi pengajian rutin Kaukus
Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Rabu
(19/7/2017) malam.
"Perilaku Ihsan seorang muslim
ini begitu penting, dan jangan pernah menyepelekannya. Sehingga dalam Alquran
Allah menyebutkan kata-kata Ihsan ini hingga194 kali. Aktualisasi Islam dengan
Ihsan, dan merubah segala sesuatu seperti mengajak orang berbuat taat dan
mencegah kemaksiatan juga harus dengan ihsan," ujar Tgk Idris Mahmudy.
Mantan Ketua
Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh ini menambahkan, derajat
ihsan merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba Allah. Tidak semua
orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba Allah yang khusus
saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Karena itu, merupakan keutamaan
tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya.
"Tingkatan
agama yang paling tinggi adalah Ihsan, kemudian Iman, dan paling rendah adalah
Islam. Kaum muhsinin (orang-orang yang memiliki sifat Ihsan) merupakan hamba
pilihan dari hamba-hamba Allah yang saleh. Sebagian ulama menjelaskan jika
Ihsan sudah terwujud berarti Iman dan islam juga sudah terwujud pada diri
seorang hamba. Jadi, setiap muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim.
Namun tidak berlaku sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak setiap
mukmin itu mencapai derajat muhsin," katanya.
Dalam Surat
Al-Isra' ayat 7 juga dijelaskan tentang keutamaan sikap Ihsan ini yang artinya,
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan
apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan
orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam
mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai".
Idris Mahmudy
menambahkan, dalam kaitan penerapan syariat Islam di Aceh juga harus dilakukan
dengan cara-cara yang Ihsan baik itu dalam mengajak umat Islam agar beribadah
dan taat pada Allah ataupun ketika mencegah kemaksiatan.
"Ketika
ada orang atau teman di sekitar kita yang kita lihat tidak mengerjakan shalat,
jangan benci mereka tapi ajak dengan cara-cara baik yang tidak menyakiti
perasaannyaan. Atau juga misalnya ketika suara azan terdengar tapi kita lihat
masih banyak yang duduk tenang saja di warung-warung kopi, ajak mereka agar ke
masjid juga dengan cara-cara baik yang membuat tersentuh sehingga mau ikut ke
masjid," terang jelas mantan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang,
Sumatera Barat ini.
Begitu juga
halnya ketika kita melihat ada masyarakat kita yang larut dalam kemaksiatan
seperti mabuk atau berjudi, jangan benci mereka, tapi cari cara agar bagaimana
mengajak dan mengajarkan agama dengan cara terbaik sehingga kemaksiatan seperti
itu agar ditinggalkan dengan kemauannya sendiri.
Alumni Dayah
Babussalam Blang Blahdeh ini juga menyampaikan menyebutkan, dalam penerapan
syariat Islam di Aceh tidak boleh membiarkan terjadi suatu kemaksiatan
berlangsung atau pelanggaran qanun, lalu digerebek dan ditangkap ramai-ramai
oleh masyarakat.
"Sebelum
terjadi kemaksiatan itu seperti kasus khalwat misalnya, itu harus dicegah
sebelum terjadi dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat
kampung. Jangan sampai sudah berulang kali perbuatan maksiat terjadi, lalu
diintai dan digerebek dengan cara-cara paksa," ungkapnya.
Tgk Idris
menyebutkan, dulu Umar bin Khattab juga pernah melakukan penggerebekan untuk
menangkap orang yang mabuk setelah mendobrak pintu rumah secara paksa.
Lalu orang yang
ditangkap itu protes dan menyatakan Umar bin Khattab telah melakukan tiga dosa
yaitu masuk rumah orang tidak mengucapkan salam, lalu mendobrak pintu rumah
secara paksa, dan juga dosa mengintip memata-matai pelaku maksiat. Sementara
orang yang mabuk hanya berbuat satu dosa yaitu minum khamar.
"Ini perlu
menjadi perhatian kita, jangan selalu mencegah maksiat itu apakah mesum, judi,
khamar, dengan cara menggerebek ketika sudah terjadi. Tapi kita harus
mencegahnya sebelum terjadi dengan tidak memberikan peluang dan celah untuk
pelaku melakukan dosa. Ini yang lebih utama karena sikap Ihsan adalah menutup
rapat peluang untuk bermaksiat kepada Allah, jangan memberi peluang lalu
menggerebek dan menangkap pelaku," pesannya. [Dhiya]