Foto : wasatha.com/Riska
JASMANI (50), salah satu warga Gampong Mireuk
Taman, Kecamatan Darussalam,
Kabupaten Aceh Besar. Ia dikenal sebagai seorang penenun di Aceh. Menenun
songket merupakan hobi sekaligus telah menjadi mata pencaharian bersama sang
suaminya yaitu Farliansyah.
“Menenun itu salah satu cara untuk melestarikan
kebudayaan Aceh,” ujar Jasmani, saat ditemui dikediamannya.
Ia menjelaskan sebelum masuk pada tahapan menggarap benang,
proses menenun itu lebih dulu diawali dengan menghani, kemudian baru
dilanjutkan dengan menyucuk sekaligus pembuatan motif songket.
“Setelah semua itu selesai baru dilanjutkan dengan proses
menenun,” jelasnya.
Jasmani mendapat ilmu menenun, dari Hj. Maryamu (almarhumah) seorang penenun Aceh yang
telah berhasil meraih penghargaan upakarti pada 1973. Penghargaan pemerintah
atas karya kerajinannya dalam menenun.
Melanjutkan kiprah Nyak Mu, sapaan Hj. Maryam dalam
menenun, Jasmani sudah menenun songket khas aceh selama kurang lebih 20 tahun.
Saat ini, di kediamannya banyak terdapat berbagai tenunan
dalam berbagai bentuk dan motif yang macam-macam. Katanya seperti rok songket,
selendang songket dan lainnya.
“Ada juga beberapa songket ini pesanan pelanggan,” ucap jasmani
Setiap hari, wanita separuh baya ini menenun dengan menggunakan alat yang
masih tradisional. Katanya, dalam menenun songket seseorang membutuhkan
kesabaran, telaten, dan konsentrasi tinggi.
Uniknya lagi, wanita berparas ayu ini mengatakan dalam menenun itu harus dibumbuhi dengan rasa
cinta.
“Jika bukan karena hobi dan kemauan dalam diri akan susah menyelesaikan
satu songket saja,” ujar Jasmani
sambil melempar senyum.
Meskipun menenun itu sudah mendarah daging pada dirinya,
ia mengakui kerap menemukan kesulitan dalam proses pembuatan motif. Terutama
ketika pelanggan merekomendasikan motif yang rumit. Tentu dalam pembuatannya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, Jasmani juga mengakui selama ini
ia kekurangan tenaga kerja dan modal cukup untuk membeli bahan baku.
“Terkadang para pekerja itu lebih memilih ke sawah dari
pada menenun,”
Sehari-hari Jasmani juga dibantu Farliansyah dan tujuh
orang pekerja aktif membantunya dalam menenun.
Waktu yang dibutuhkan dalam menenun songket tersebut berkisaran
antara satu hingga satu setengah bulan.
Biasanya, beliau juga mengatakan dalam
satu gulungan benang bisa menghasilkan tiga lembar kain songket. Bahan yang
digunakan pun beragam, tergantung pesanan dari konsumen. Benang yang digunakan untuk menenun juga beragam.
“Mulai dari benang biasa, benang sutra, benang mas dengan
kualitas yang berbeda dan harga
penjualannya sesuai dengan kualitas bahan”
Selama menenun, Jasmani kerap
mendapatkan kunjungan dari mahasiswa berbagai univeristas di Aceh. Tujuan
mahasiswa itu biasanya untuk melakukan penelitian tentang kebudayaan yang ingin
melestarikan budaya bangsa. Begitu juga dengan pesanan songket khas Aceh tersebut yang
katanya juga datang dari luar daerah Aceh, pungkas jasmani
ia juga berharap agar generasi Aceh bisa terus menjaga budayanya salah satu songket Aceh yang selama ini mulai luntur.
“Maka kita harus terus
menjaga dan memproduksi budaya kita, sayang sekali jika keindahan budaya
songket khas Aceh menjadi luntur.
Dengan melestarikan dan mengembangkan songket
khas Aceh ini agar lebih
dikenal oleh seluruh pelosok negeri bahkan sampai
ke luar negeri,”
pungkas Jasmani dengan penuh harap.[Riska
Devi]/Dhi
Baca Juga :