IBADAH shalat sesuai ketentuan Islam dapat menjadi energi besar untuk menyukseskan berbagai agenda pembangunan di Aceh.
Shalat sebagai ibadah yang langsung diterima Nabi Muhammad Saw dari Allah Swt dalam peristiwa Israk Mikraj, juga merupakan kekuatan untuk membangun peradaban umat Islam dewasa ini.
Demikian ditegaskan Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab yang akrab dipanggil Tusop Jeunieb, pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Jeunieb, Bireuen saat mengisi pengajian rutin yang diselenggarakan Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Lingke, Banda Aceh, Rabu (11/5).
Kata Tusop, persentase jumlah umat Islam yang melaksanakanshalat menjadi ukuran implementasi nilai-nilai agama dalam berbagai apskenya.
”Kalau hari ini cuma 30 persen umat Islam yang shalat, berarti agama baru tegak 30 persen, sementara 70 persen lainnya agama sedang dirusak,” ujar Tusop yang saat ini juga aktif sebagai Ketua I Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) ini.
Dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa, kata Tusop,shalat yang dimulai dengan takbir dan berakhir dengan salam, bermakna bahwa sesuatu yang diawali dengan membesarkan Allah Swt niscaya akan mendatangkan keberhasilan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Tusop menambahkan, do’a iftitah yang dibaca dalam shalatadalah sebuah ikrar, perjanjian dan komitmen kita sebagai muslim untuk mengelola dunia ini agar sesuai dengan harapan Allah Swt.
“Ketika kita shalat, kita membaca doa iftitah yang artinya, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah pemilik sekali alam. Itu artinya, komitmen tersebut merupakan sebuah ketundukan di hadapan Allah Swt bahwa kita hanyalah seorang budak hamba yang tidak ada target apa-apa dalam hidup ini selain apa yg diperintahkan Allah swt, berjuang mencari ridha Allah swt dan tdk melakukan larangannya dalam kehidupan dunia,“ kata Tusop menjelaskan.
Nah, komitmen seperti ini, menurut ulama yang baru menerbitkan buku, seharusnya memberi dorongan bagi seorangMuslim agar membangun dunia ini, membangun bangsa dalam cita-cita ideal sesuai dengan perintah Allah Swt. Dan tentu saja, kata Tusop, model pembangunan terbaik adalah modelpembangunan yang diperintahkan Allah Swt kepada manusia.
Lalu kapan hidup dan mati untuk Allah? Menurut Tusop, pertama, setiap muslim harus lakukan apa tujuan kita diciptakan. Allah ciptakan kita adalah untuk beribadah kepadaNya. Inti dari kehidupan ini adalah ibadah, bukan uang atau materi, dan tanpa menghasilkan ibadah berarti waktu itu terbuang tanpa makna.
Tusop mengatakan, siapa yang memuji Allah maka itu lebih baik dari dunia dan seisinya. Misalnya, membaca allahu lailaha illah lahul mulku walahul hamd, walau hanya satu menit, tapi lebih baik dari dunia dan isinya.
Ia juga menerangkan, dalam Alquran, Allah Swt telah berjanji bahwa jika penduduk sebuah negeri beriman dan bertakwa, maka Allah Swt akan membuka pintu keberkahan dari langit dan bumi.
“Membangun Aceh dengan shalat adalah pembangunan yang berorientasi pada suksesnya perjalanan hidup orang Aceh menuju surga, bukan menuju neraka. Itu inti pembangunan yang sesungguhnya, karena hidup kita di dunia adalah momentum untuk menuju kehidupan abadi di akhirat, “ kata Tusop lagi.
Sementara dalam rangka menyukseskan berbagai agendapembangunan Aceh, Tusop mengajak masyarakat Aceh untuk memperkuat arus dan gelombang kebaikan yang hari ini kian melaju.
“Kebaikan tanpa arus yang kuat akan dikalahkan oleh kejahatan yang memiliki arus yang kuat. Kalau orang baik memegang kekuasaan, maka akan menggiring kekuasaan menuju kebaikan. Baru kebaikan menjadi kuat, di saat semua orang kuat memperkuat kebaikan.
Di saat budaya politik tidak memperkuat orang baik, maka akan sulit kebaikan ini bisa kuat. Dan jangan menunggu untuk memperkuat orang-orang baik di sekitar kita. Kalau kita sudah melakukan apa yang kita bisa, maka kita akan bisa melakukan semuanya,” terang Tusop yang sukses mengelola Radio Yadara ini.
Tusop juga mengingatkan agar umat Islam bisa khusyu’ dalamshalat, agar hati selalu ingat Allah. Sebab, kata Tusop, shalatadalah kesempatan emas untuk mengaktifkan kembali hati yang sudah lupa Allah Swt agar kembali ingat Allah.
“Shalat yang paling sempurna adalah saat shalat kita mampu melupakan segala persoalan duniawi, di mana yang ada hanyalah Allah Swt. Untuk itu, butuh mujahadah dan renungan, sering bertafakkur sehinggamuncul makrifah untuk membesrakan Allah. Saat kita bermunajat kepada Allah kita sedang menghadapi zat yang paling besar. Orang yang paling dekat dengan Allah adalah saat jika shalat ia mampu melupakannya segala-galanya, ia akan menganggap dunia ini jadi kecil dan yang besar hanya Allah Swt,” terang Tusop.
Menurut Tusop, sebuah usaha perbaikan itu tidak gampang, yakni hampir sama dengan memperbaiki shalat. “Saat kita mampu menggiring semua orang untuk shalat maka kita akan sukses untuk agenda pembangunan Aceh. Inilah sukses dalam kacamata keimanan kita sebagai muslim,” terang Tusop.