Iklan

Iklan

Tradisi Maulid di Pidie: Nilai Sakral Warisan Budaya Aceh terun temurun harus dilestarikan.

10/20/25, 16:47 WIB Last Updated 2025-10-20T09:47:59Z

 


Pidie, Aceh perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Gampong Ude Gampong, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, pada Minggu, 18 Oktober 2025, kembali menjadi sorotan publik. Ribuan masyarakat dari berbagai gampong memadati kawasan meunasah sejak pagi untuk mengikuti zikir, doa bersama, dan makan kenduri yang menjadi bagian penting dari tradisi Maulid. Meski sempat menuai kritik karena dianggap kurang memperhatikan kebersihan, masyarakat setempat justru menganggap perayaan tersebut sebagai simbol kebersamaan, rasa syukur, dan warisan budaya yang telah turun-temurun dari generasi ke generasi.

Penyajian Maulid di Pidie kerap dinilai terkesan kurang bersih, terutama karena pada beberapa kelompok penyaji makanan masih terdapat oknum yang  membagikan lauk pauk tanpa menggunakan sarung tangan . Namun bagi masyarakat setempat, hal tersebut bukan sekadar kelalaian, melainkan bagian dari keunikan dan kekhasan tradisi Maulid itu sendiri. Dalam suasana yang penuh kebersamaan, kehangatan, dan kesederhanaan, cara penyajian seperti ini justru menciptakan cita rasa yang khas dan kelezatan yang tidak terduga. “Kami percaya bahwa makanan yang disiapkan dengan niat tulus dan gotong royong memiliki keberkahan tersendiri,” 

Kegiatan yang berlangsung di Meunasah Ude Gampong tersebut diselenggarakan oleh panitia desa bersama para tokoh masyarakat, pemuda, dan seluruh warga setempat. Hidangan khas Aceh seperti kuah beulangong,bu kulah. serta aneka kue tradisional disajikan dalam wadah besar dan dinikmati secara bersama oleh para tamu undangan yang datang dari berbagai gampong di Kecamatan Glumpang Tiga dan luar daerah. Tradisi ini bukan sekadar pesta makan, tetapi juga menjadi momentum mempererat tali silaturahmi dan memperkuat nilai sosial antarwarga.


Meski demikian, sejumlah pengunjung dari luar daerah menilai perlunya pengelolaan kebersihan yang lebih baik agar tradisi tersebut tidak menimbulkan kesan negatif di mata publik. Menanggapi hal itu, menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan dukungan berupa penyediaan tempat sampah dan petugas kebersihan pada pelaksanaan Maulid berikutnya. “Tradisi ini adalah bagian penting dari identitas masyarakat Pidie. Namun perlu juga ditingkatkan kesadaran lingkungan agar nilai budaya dan kebersihan dapat berjalan beriringan,” ujarnya.


Bagi masyarakat Pidie, tumpukan sisa makanan setelah acara bukanlah simbol kekotoran, melainkan tanda kemeriahan dan limpahan rezeki. Semakin banyak makanan tersisa, diyakini semakin besar pula berkah yang datang pada tahun berikutnya. Seusai acara, warga secara sukarela bergotong royong membersihkan lingkungan meunasah dan jalan desa, menunjukkan semangat kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Aceh.

Secara keseluruhan, perayaan Maulid di Pidie mencerminkan perpaduan antara nilai religius, sosial, dan budaya lokal yang masih terjaga hingga kini. Di balik kesan sederhana dan kurang bersih, tersimpan makna kebersamaan dan rasa syukur yang mendalam. Tradisi ini menjadi bukti bahwa masyarakat Aceh, khususnya di Kabupaten Pidie, mampu mempertahankan kearifan lokal sebagai identitas budaya yang unik dan bernilai, sekaligus menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa pun yang menyaksikannya. ( akil muntada) 


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tradisi Maulid di Pidie: Nilai Sakral Warisan Budaya Aceh terun temurun harus dilestarikan.

Terkini

Topik Populer

Iklan