![]() |
Beberapa warga Banda Aceh melakukan demonstrasi bagi rakyat Palestina pada, Minggu (04/05/2025). (Foto: Instagram/@mirroreye) |
Banda Aceh - Genosida yang dilakukan oleh rezim Zionis Israel di Palestina semakin hari kian brutal dan tidak manusiawi.
Pembantaian terhadap warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, terus terjadi tanpa henti.
Selain itu, serangan udara dilancarkan secara membabi buta, meruntuhkan rumah-rumah yang sejatinya menjadi tempat perlindungan.
Lebih memilukan lagi, rumah sakit yang seharusnya menjadi zona aman justru dijadikan target pengeboman.
Warga Palestina terusir dari tanah air mereka sendiri, hidup dalam pengungsian yang menyedihkan.
Krisis ini bukan hanya konflik wilayah semata, tetapi telah menyentuh ranah agama, kemanusiaan, dan politik global.
Konflik panjang ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Bantuan Kemanusiaan Diblokir, Dunia Terdiam?
Kekejaman Israel tidak hanya terjadi di medan perang. Bantuan kemanusiaan yang ditujukan untuk warga Gaza turut menjadi sasaran. Kapal-kapal pengangkut bantuan bahkan diserang secara terbuka.
Dilansir dari Okezone News, sebuah kapal pembawa bantuan dan aktivis kemanusiaan untuk Gaza dibom oleh drone Israel saat berada di perairan internasional, lepas pantai Malta, Jumat (2/5/2025) dini hari waktu setempat.
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah memblokir total masuknya pasokan medis, bahan bakar, dan makanan ke Gaza. Anak-anak menjadi korban paling rentan, baik secara fisik maupun psikis. Ini bukan lagi sekadar konflik, tetapi sudah menjadi aksi sistematis pembunuhan massal, genosida terhadap rakyat Palestina.
Boikot Produk Pro-Israel: Aksi Kecil, Dampak Besar.
Meski negara-negara besar tampak pasif, gelombang solidaritas dari masyarakat dunia terus mengalir. Demonstrasi, penggalangan dana, doa bersama, dan gerakan boikot menjadi bentuk dukungan nyata untuk rakyat Palestina.
Salah satu bentuk perlawanan sipil yang terus digencarkan adalah pemboikotan terhadap produk-produk yang terafiliasi atau bermitra dengan Israel.
Boikot ini bertujuan untuk menekan secara ekonomi perusahaan-perusahaan yang memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada rezim Zionis.
Namun, gerakan boikot ini masih menuai pro dan kontra. Sebagian orang menganggapnya tidak berdampak signifikan.
Dalam sebuah video TikTok oleh akun @ucgroupofficial, ditampilkan daftar produk yang direkomendasikan untuk diboikot. Namun, komentar dari beberapa netizen menyebutkan bahwa boikot sulit dilakukan karena produk-produk tersebut telah menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari.
Padahal, jika gerakan ini dilakukan secara masif dan konsisten, tentu akan berdampak. Semakin sedikit produk yang dibeli, maka permintaan menurun, produksi berkurang, dan secara ekonomi, perusahaan akan merasa rugi. Dengan begitu, mereka akan mempertimbangkan ulang kerja sama atau dukungan terhadap Israel.
Selain itu, gerakan ini juga membuka peluang bagi produk-produk lokal dan UMKM untuk bangkit dan mendapat tempat di hati masyarakat. Jadi, selain menunjukkan solidaritas untuk Palestina, kita juga turut membantu pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemboikotan Sebagai Bentuk Jihad Modern
Dilansir dari Khazanah Republika, tindakan Israel terhadap Palestina adalah kejahatan yang melampaui batas nalar kemanusiaan.
Pemboikotan menjadi salah satu strategi efektif dalam menghentikan pasokan dana dan senjata kepada rezim Israel.
Ekonomi Israel sangat bergantung pada investasi internasional dan perdagangan. Maka, dengan menekan mitra bisnis mereka, secara tidak langsung kita ikut memutus rantai pendanaan bagi aksi genosida.
Namun, pemboikotan ini tidak boleh bersifat musiman atau sekadar tren sesaat. Diperlukan komitmen jangka panjang dan konsistensi dari masyarakat global.
Kita bisa memanfaatkan aplikasi seperti No Thanks dan Boycott.io, yang memungkinkan pengguna memindai barcode produk untuk mengetahui apakah produk tersebut layak diboikot atau tidak. [Rajihan Alfida]