JADI begini, kalian pasti sering banget baca berita, kan? Entah itu dari Instagram, X (dulu Twitter), YouTube, web berita online, bahkan dari grup WhatsApp keluarga yang suka kirim info katanya sih…. Tapi pernah gak kalian mikir:
“Sebenarnya jurnalistik itu apaan sih? Kok orang
yang nulis berita disebut jurnalis, bukan cuma penulis biasa?”
Nah, pertanyaan itu penting banget. Soalnya, di
zaman sekarang, semua orang bisa bikin konten, semua bisa ngomong, tapi gak
semua bisa jadi jurnalis. Kenapa? Karena jurnalistik itu bukan cuma soal nulis
atau ngepost informasi. Ada proses, tanggung jawab, dan etika di baliknya.
Sebentar, Saya disclaimer dulu ya. Ulasan ini tentu akan lebih dipahami oleh mahasiswa yang ikut kelas jurnalistik dengan Saya. Lebih nyambung, ya. yang masih agak bingung, jangan khawatir. Saatnya tiba akan masuk di kelas Jurnalistik Saya. Insya Allah, ya.
Secara sederhana, jurnalistik adalah proses
mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan informasi yang faktual kepada
publik. Tapi gak cukup sampai di situ—informasi itu juga harus bisa dipercaya,
relevan, dan berguna buat masyarakat luas.
Bayangin kalian jadi mata dan telinga masyarakat.
Kalian turun ke lapangan, nyari fakta, ngobrol sama narasumber, nulis
laporannya dengan bahasa yang jernih, dan akhirnya orang lain tahu kebenaran
berkat kalian. Keren, kan?
Gampangnya Gini: Jurnalistik = Temukan fakta + Tulis dengan jujur + Sebarkan buat kebaikan publik
Kalian gak perlu nunggu bisa liputan perang Ukraina
atau bongkar kasus korupsi gede dulu buat jadi jurnalis. Cukup mulai dari
sekitar kalian: acara kampus, isu organisasi mahasiswa, peraturan rektor yang
bikin heboh, atau sekadar cerita inspiratif dari teman satu angkatan.
Jurnalis Itu Bukan Cuma Penulis
Banyak orang mikir jurnalis itu cuma tukang nulis
berita. Padahal, jadi jurnalis itu bisa seru banget. Kalian bisa
jalan-jalan liputan, ngobrol sama orang penting (atau orang biasa yang kisahnya
luar biasa), ikut konferensi, atau bahkan masuk ke ruang-ruang yang gak semua
orang bisa akses. Dan yang lebih penting: kalian bisa berkontribusi
mencerdaskan masyarakat.
Dalam bukunya, jurnalis senior Indonesia Bambang
Harymurti, mantan Pemred Tempo, pernah bilang bahwa: “Jurnalisme
adalah pekerjaan mulia karena berperan menjaga akal sehat publik.”
Kalimat itu nancep banget. Artinya, jurnalis bukan
sekadar nulis berita, tapi ikut menjaga masyarakat tetap waras dan gak gampang
dibodohi informasi ngawur.
Nah, sekarang biar lebih berbobot, kita simak juga
definisi jurnalistik dari para tokoh dan akademisi:
Yayan Sopyan, akademisi komunikasi dan penulis buku
jurnalistik, bilang: “Jurnalistik merupakan teknik dan proses penyampaian
informasi faktual kepada publik melalui media massa.”
Jadi, menurut Kang Yayan, jurnalistik itu gak bisa
asal nulis. Harus pakai teknik, proses, dan prinsip kerja yang terstruktur.
Melvin Mencher, dosen dan penulis buku jurnalistik terkenal di
Amerika, menyebut: “Journalism is a form of writing that tells people about
things that really happened, but that they might not have known about already.”
Simpel tapi dalem. Jurnalis adalah si pembawa kabar
tentang hal penting yang belum tentu orang lain tahu.
Tony Harcup: “Journalism is the activity of gathering,
assessing, creating, and presenting news and information.”
Artinya, jurnalistik itu bukan cuma menulis. Tapi
juga menilai, menyaring, dan menyampaikan informasi dengan tanggung jawab.
Bill Kovach & Tom Rosenstiel, dalam buku legendaris The
Elements of Journalism, bilang: “Journalism is storytelling with a
purpose. That purpose is to provide people with the information they need to
make the best possible decisions…”
Jadi, inti dari jurnalistik adalah bercerita dengan
misi. Bukan buat viral doang, tapi untuk membantu orang membuat keputusan hidup
yang lebih baik.
Dari semua ulasan dan pendapat di atas, kalian bisa
tarik benang merah bahwa: Jurnalistik adalah proses mencari dan menyampaikan
informasi faktual secara bertanggung jawab untuk mencerdaskan masyarakat.
Dan serunya, kalian bisa terlibat di dunia ini
sejak dari kampus. Gak harus nunggu lulus atau kerja di media nasional. Mulai
dari jadi jurnalis kampus, kalian udah bisa belajar banyak tentang integritas,
kepekaan sosial, dan pentingnya menyebarkan kebenaran.
Berikut satu contoh kasus liputan kampus yang nyata, relatable, dan bisa jadi mini proyek jurnalistik mahasiswa.
Contoh Mini Proyek Jurnalistik
Mahasiswa: "Drama Parkir Mahasiswa"
Coba deh kalian bayangin…Di suatu kampus, banyak
mahasiswa ngeluh soal parkiran yang makin sempit, motor makin numpuk, dan
sering ribut sama satpam gara-gara masalah parkir liar. Belum lagi, ada rumor
kalau lahan parkir mau dipakai buat bangunan baru. Mahasiswa bingung, gak ada info
resmi, dan mulai saling share gosip di grup angkatan.
Nah, di sinilah kalian bisa masuk sebagai jurnalis
kampus.
Kalian bentuk tim kecil: Satu orang buat observasi langsung ke lapangan (cek kondisi parkiran di jam sibuk), satu orang wawancara mahasiswa, satpam, bahkan pihak kampus (misalnya dari bagian umum atau wakil rektor bidang kemahasiswaan), Satu orang merangkum data dan nulis artikelnya, Kalau bisa, satu orang dokumentasiin kondisi parkir (pakai HP juga bisa kok asal niat).
Dari situ, kalian bikin laporan jurnalistik
kampus berjudul, misalnya:
“Parkiran Kampus Penuh, Mahasiswa Tersingkir?”
Di dalamnya bisa kalian kupas:
- Kenapa
masalah ini terjadi
- Apa
dampaknya ke mahasiswa
- Apa
rencana pihak kampus
- Dan
mungkin, solusi alternatif dari mahasiswa
Kalian bisa tayangkan hasilnya di buletin kampus,
media sosial UKM jurnalistik, atau bahkan blog pribadi.
Apa yang kalian pelajari?
- Teknik
wawancara lapangan
- Cara
menulis berita berdasarkan fakta dan data
- Etika
menyampaikan isu kampus tanpa provokasi
- Pentingnya
menyuarakan keresahan mahasiswa dengan cara elegan dan konstruktif
Dan yang paling penting: kalian benar-benar
berkontribusi sebagai jurnalis kampus. Karena lewat liputan itu,
mahasiswa lain jadi paham persoalan sebenarnya, dan kampus juga mungkin mulai
terbuka cari solusi.
Atau ada lagi soal liputan UKT naik, mahasiswa
berprestasi yang luput dari spotlight. Asik! Nih Mas Bro, soal UKT naik
dan mahasiswa berprestasi yang luput dari spotlight. Keduanya sering
kejadian di banyak kampus, dan cocok banget buat dijadikan bahan liputan
mahasiswa.
Mini Proyek Jurnalistik: “Naiknya
UKT, Turunnya Nafas Mahasiswa”
Beberapa waktu lalu, kampus rame karena info UKT
naik. Gak semua ngerti kenapa naik, gimana prosesnya, dan siapa yang terdampak
paling besar. Banyak yang hanya teriak di Twitter atau bikin meme di Instagram
Story. Tapi…apa ada data? Ada suara dari mahasiswa yang benar-benar terdampak?
Apa sudah ada penjelasan dari pihak rektorat?
Nah, kalian bisa angkat ini sebagai liputan
mendalam (feature report) dari sudut pandang mahasiswa.
- Wawancara
3-5 mahasiswa dari latar belakang ekonomi berbeda (ada yang orang tua PNS,
buruh, UMKM)
- Minta
mereka cerita bagaimana kenaikan UKT ini berdampak pada hidup mereka
- Temui
pihak biro keuangan kampus atau humas buat minta penjelasan resmi
- Cek
aturan Permendikbudristek soal UKT terbaru sebagai pembanding
Judul Liputan bisa:
“Naiknya UKT, Turunnya Nafas Mahasiswa: Siapa yang
Paling Terdampak?”
Atau bisa juga lebih naratif:
“Ibuku Jualan Nasi Uduk Demi UKT: Cerita Mahasiswa
Bertahan di Tengah Kenaikan Biaya Kuliah”
Nilai jurnalistik:
- Kalian
belajar liputan data + human interest
- Punya
dampak sosial kalau disebar di media kampus
- Bisa
bantu mahasiswa lain dapat kejelasan atau saling bantu cari solusi
Kalian sering lihat mahasiswa viral karena hal
nyeleneh: joget TikTok, protes di Twitter, atau kasus cinta-cintaan. Tapi…
gimana kabarnya mahasiswa yang diam-diam menang lomba debat nasional? Atau yang
lolos ke konferensi internasional tapi gak pernah dipanggil ke depan saat
upacara?
Nah, ini bisa jadi bahan liputan yang penuh makna.
Banyak kampus lupa memberi panggung untuk mereka yang sebenarnya jadi wajah
baik universitas di luar sana.
Langkah liputannya:
- Cari
info dari dosen atau bagian kemahasiswaan soal mahasiswa berprestasi yang
belum pernah diangkat di media kampus
- Wawancarai
mereka, gali cerita perjuangan ikut lomba, biaya mandiri, latihan diam-diam
tanpa dukungan kampus
- Tanyakan
juga harapan mereka: apakah ingin diakui, atau hanya ingin inspirasi
mereka menyebar?
Judul Liputan bisa:
“Diam-diam Juara: Cerita Mahasiswa Berprestasi yang
Tak Tersorot Media Kampus”
Atau:
“Bukan Viral, Tapi Inspiratif: Mahasiswa Kampus
Kita yang Mengharumkan Nama di Balik Layar”
Nilai jurnalistiknya:
- Mengangkat
suara yang selama ini tak terdengar
- Memberi
inspirasi bagi mahasiswa lain
- Membangun
budaya apresiasi di lingkungan kampus
Sampai di sini, menyenangkan belajar Jurnalistik itu bukan? Jika tidak, segera tutup halaman ini. Lanjutkan rebahan mengukir masa depan suram kalian. Eh, please! Jangan donk. [arif ramdan]