SUATU hari Rasulallah Shalallahu alaihi wa sallam menerima tamu dari kalangan para pembesar Quraisy, Ia berharap para tokoh itu dapat menerima kebenaran Islam sebagai agama yang hak. Obrolan Rasul dengan para pembesar Quraisy itu terjeda dengan kehadiran Abdullah bin Umi Maktum yang telah beriman dan meyakini Islam sebagai jalan hidup.
Kehadiran Ibnu Ummi Maktum yang buta kehadapan Rasulallah Shalallahu alaihi wassalam untuk mendapat petunjuk dan membersihkan diri dari dosa, tetapi Rasulallah Saw tidak segera merespons Ibnu Umi Maktum dan meminta untuk bersabar agar Rasul dapat melanjutkan pembicaraan dengan para pembesar Quraisy dengan harapan mereka menerim Islam. Kemudian Rasul berpaling dari Ibnu Umi Maktum dengan wajah masam dan melanjutkan pembicaraan dengan tokoh-tokoh Quraiys saat itu.
Atas peristiwa ini, di mana Rasul berpaling dan bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum, maka turunlah surat Abasa. "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya." (QS Abasa: 1-10).
Sementara Rasul berharap para pemuka Quraisya yang kaya dan berwibawa itu dapat dengan segera menerima hidayah Islam. Allah Swt menurunkan surat Abasa sebanyak 42 ayat, berkaitan dengan peristiwa Abdullah bin Ummi Maktum yang datang ke hadapan Rasulallah Shalallahu alaihi wa sallam.
Siapa Abdullah bin Ummi Maktum? Ia adalah anak dari seorang perempuan yang namanya disamarkan, yaitu Umi Maktum, ibu dari seorang yang buta. Dalam beberapa pendapat disebutkan namanya yaitu Atiqah. Kenapa nama Atiqah disembunyikan, karena ketidakinginan diketahui memiliki anak yang buta, suatu keadaan masyarakat Arab sebelum Islam. Abdullah bin Ummi-Maktum berasal dari Suku Quraisy yang masih memiliki hubungan saudara dengan Khadijah binti Khuwailid.
Abdullah bin Ummi Maktum adalah muazin yang biasa bergantian dengan Sahabat Bilal bin Rabah. Oleh sebab itulah, Rasulullah bersabda—terkait waktu sahur pada bulan Ramadhan, "Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan..."
Dalam sejarah Islam, ia dikenal memiliki ilmu dan adab istimewa yang dikaruniakan Allah kepadanya, menggantikan kebutaan matanya sebagai cahaya dalam pandangan dan pancaran di hati. Sehingga ia dapat melihat dengan mata hati, apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala orang lain. Hatinya dapat mengetahui apa yang tersembunyi.
Bila Rasulullah SAW pergi ke berbagai medan perang, dia selalu ditunjuk menjadi wakil beliau di Madinah, mengimami shalat jamaah di mihrab beliau, dan berdiam di sebelah kiri mimbar dengan khusyuk.
Ibnu Ummi Maktum mempunyai naluri yang sangat peka untuk mengetahui waktu. Setiap menjelang fajar, dengan perasaan jiwa yang segar ia keluar dari rumahnya, dengan bertopang tongkat atau bersandar pada lengan salah seorang kaum Muslimin untuk mengumandangkan azan di masjid Rasul.
Dia selalu bergantian azan dengan Bilal bin Rabah. Jika salah satu dari mereka berdua azan, maka yang lainnya bertindak mengumandangkan iqamat. Namun Bilal mengumandangkan azan semalam untuk membangunkan kaum Muslimin, sedangkan Ibnu Ummi Maktum mengumandangkannya waktu Subuh.
Pada saat Perang Qadisiyah di Irak tahun 636 Masehi atau tahun ke 14 Hijriyah, ia turut berjihad sebagai pembawa panji pasukan berwarna hitam. Dialah seorang buta pertama yang turut berperang dalam sejarah peperangan Islam dan sahid dalam perang Qadisiyah yang dipimpin Sa`ad bin Abi Waqqas. [arif ramdan]