WASATHA.COM, BANDA ACEH - Pendampingan "saudara baru" atau muallaf tidak dapat dilakukan perorangan, tetapi harus dalam bentuk kelompok melembaga dengan dukungan program yang baik.
"Pendampingan saudara baru tidak boleh dilepaskan menjadi urusan pribadi tetapi harus ditangani oleh organsiasi yang memiliki program kerja yang baik," kata Prof Yusny Saby pada seminar internasional, Rabu (24/3) yang diselenggarakan secara daring oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Yusny Saby mengatakan, organisasi yang menangani mualaf harus lembaga profesional dan melibatkan orang yang peduli dan ikhlas.
Menurutnya, para muallaf itu beragam, mulai yang sudah jadi dan yang masih terus harus didampingi. Untuk itu, kata Yusny, perlu pendampingan yang bervariasi sesuai kondisi mereka.
"Umumnya saudara baru itu lemah secara ekonomi labil dan lemah. Maka tak jarang ada yang meminta-minta," ujar Yusny Saby.
Saudara baru menurut Yusny Sabu memerlukan pendamping pada aspek mental spiritual, dukungan moral dan bahkan modal dan bimbingan untuk kembali stabil menjalani kehidupan.
Seminar internasional bertajuk Strategi Dakwah Untuk Pendampingan “Saudara Baru” menghadirkan pemateri dari Malaysia, Prof. Asyraf Haji Abd. Rahman dari UM, Prof Razaleigh Muhamat (Pusat Kajian Dakwah dan Kepimpinan Fakulti Pengajian Islam–UKM Malaysia), dan dari Thailand, Prof. Dr. Noordin Abdullah Dahorha (Universitas Fatoni).
Sementara pembicara dari Indonesia, antara lain Prof Yusny Saby, Ph.D, Dr. Fakhri, MA, Ridwan M. Hasan, Lc., M.Th. Ph.D, Dr. Juhari Hasan. M.Si, Dr. Lembong Misbah, M.Ag, Dr. Zalikha, M.Ag dan T. Zulyadi, Ph.D. []