Iklan

Iklan

Apresiasi KPPAA Terhadap Kinerja Kepolisian dalam Penanganan Kasus Prostitusi

10/17/20, 23:54 WIB Last Updated 2020-10-17T16:54:50Z



WASATHA.COM, BANDA ACEH – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPAA)  mengapresiasi kinerja kepolisian dalam penanganan kasus prostitusi yang melibatkan anak di Pidie, dan juga kinerja P2TPA dan pihak-pihak terkait lainnya dalam memberikan pendampingan medis, hukum dan psikologis terhadap anak-anak yang menjadi korban prositusi tersebut.

 

“KPPPA mengharapkan pelaku utama yang menyediakan jasa prostitusi anak dan pengguna serta pihak-pihak terkait lainnya dihukum seberat-beratnya dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Selanjutnya, harus dilakukan pendampingan terhadap korban secara holistik dan berkelanjutan, sehingga korban terpulihkan dan tidak kembali terjerumus ke dalam praktik prostitusi. Jika dibutuhkan, korban juga dapat dirujuk sementara waktu di rumah aman atau tempat penampungan sementara untuk pemulihan, rehabilitasi medis dan psikososialnya”, tegas Ayu Ningsih SH,M.Kn, Komisioner KPPAA.

 

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Nevi Ariani SE menjelaskan posisi korban saat ini dalam pendampingan P2TP2A Pidie dengan tetap berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

 

“Korban sudah mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis oleh P2TP2A Pidie sejak penggerebekan terjadi. Saat ini dalam proses pendampingan untuk dilakukannya diversi. Kepada orang tua dan masyarakat harus membantu korban untuk pulih dan menerimanya dengan baik tanpa lebel negatif, juga penting mengawasi perkembangannya, sehingga korban merasa lebih diperhatikan. Selain itu upaya memperkuat ketahanan keluarga melalui 8 fungsi keluraga sebagai pondasi ketahanan juga menjadi keharusan sebagai tindakan pencegahan”, paparnya

 

Direktur Flower Aceh, Riswati mengingatakan pentingnya komitmen dan aksi nyata semua pihak untuk melindungi dan mencegah anak dari kekerasan dan kejahatan seksual.

 

“Komitmen semua pihak harus jelas melalui macam-macam intervensi yang berdampak kepada korban. Dapat melalui dukungan kebijakan dan anggaran perlindungan anak, partisipasi aktif  aparatur desa, tokoh adat dan tokoh agama, serta masyarakat di desa dalam melindungi dan mengawasi anak menjadi hal utama agar anak dapat hidup aman dan layak.  Terhadap korban, pemerintah harus memastikan hak-haknya mendapatkan pendampingan, pemulihan fisik dan psikis, dan proses reintegrasi ke masyarakat berjalan dengan baik sehingga korban tidak menjadi korban kedua kalinya karena label-label negatif yang dilekatkan akibat pemberitaan buruk”, jelasnya.

 

Hal yang sama juga disampaikan oleh Lolandra, Ketua Forum Anak Tanah Rencong (FATAR), “Kami berharap pemeritah Aceh dan semua pihak melakukan upaya pencegahan dan memberikan hak kepada anak korban kekerasan seksual secara paripurna, untuk pelaku yang terlibat dalam prostitusi yang melibatkan anak harus dihukum seberat-beratnya. Anak merupakan aset yang paling berharga dan harus dilindungi karena anak adalah penerus bangsa yang akan menggantikan peran-peran orang dewasa di masa depan”, tutupnya.

 

Menyikapi kasus pembunuhan anak usia 9 tahun dan pemerkosaan terhadap ibunya di Aceh Timur, maka Nevi Ariani, Ayu Ningsih, Riswati dan Lolandra berharap agar pelaku dihukum seumur hidup serta merekomendasikan kepada pihak terkait agar pelaku kejahatan seksual tidak mendapatkan remisi atau bentuk pemotongan masa tahanan lainnya. Sementara untuk korban, harus dipastikan mendapatkan keadilan dan pemenuhan terhadap hak-haknya.

 

 


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Apresiasi KPPAA Terhadap Kinerja Kepolisian dalam Penanganan Kasus Prostitusi

Terkini

Topik Populer

Iklan