Iklan

Iklan

Menolak Mati dalam Diam, Tentang "Balon Pembakar" dari Gaza

9/07/20, 15:04 WIB Last Updated 2020-09-07T08:10:27Z


WASATHA.COM - 
Dalam beberapa pekan terakhir selama Agustus 2020 ketegangan antara warga Palestina di Gaza dan pasukan pendudukan Israel meningkat. Israel terus mengebom Gaza dengan dalih melindungi diri dari peluncuran balon pembakar yang diterbangkan pemuda Palestina.

Pelepasan balon pembakar merupakan protes terhadap Israel yang telah menunda-nunda mematuhi perjanjian sebelumnya dengan kelompok perlawanan Palestina. Di bawah perjanjian itu, Israel telah berkomitmen untuk melonggarkan blokade di Gaza.


Penundaan ini menyebabkan terus memburuknya kondisi kesehatan dan layanan publik serta ekonomi di Gaza. Sementara itu, pemerintah Israel terus mengontrol pergerakan barang dan orang yang keluar masuk Gaza.


Militer Israel membalas serangan balon pembakar dengan Jet F-16 buatan AS ke lokasi yang digunakan oleh pejuang Palestina. Pasukan angkatan laut Israel juga telah mencegah nelayan melaut dan menembaki kapal mereka.


Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan menanggapi balon pembakar dengan cara yang sama seperti menanggapi roket yang ditembakkan dari Gaza. Israel, tampaknya, ingin terus menanggapi dengan kekuatan mematikan untuk sebagian besar tindakan perlawanan simbolis yang menggunakan bahan-bahan yang sangat murah.


Balon pembakar tidak seperti senjata canggih milik Israel. Para pemuda Palestina hanya menempelkan sumbu terbakar ke balon dan melepaskannya ke Israel. Balon pembara itu kemudian tertiup angin ke kawasan Israel. Balon-balon itu telah menyebabkan sejumlah kebakaran di lahan pertanian yang akibatnya menimbulkan sedikit kerusakan pada ekonomi Israel. Namun, tidak ada orang yang terbunuh atau terluka oleh itu.


Media pro-Israel pun membesar-besarkan efek dari bentuk perlawanan ini, sementara sama sekali mengabaikan alasan yang memotivasi penerbangan balon itu.


Jika seseorang ingin memahami mengapa balon pembakar diluncurkan dari Gaza, maka kesaksian Ahmed Abu Artema dapat memberi gambaran tentang hal ini. Menurutnya, ia telah berulang kali ditanya oleh banyak jurnalis Barat, apakah pemuda yang meluncurkan balon pembakar bertentangan dengan prinsip Great March of Return, protes tak bersenjata yang dimulai pada 2018.


Ahmed Abu Artema adalah jurnalis Palestina yang sering ditanya wartawan Barat tentang aksi-aksi herois pemuda Palestina yang menerbangkan balon pembakar. Ia memberikan uraian cukup jelas berkait ini. Ia meminta setiap jurnalis untuk membayangkan seseorang terkunci di sebuah ruangan tanpa akses ke makanan atau obat-obatan sementara mereka sekarat perlahan-lahan. Orang tersebut memutuskan untuk menggedor pintu kamar dengan segenap kekuatan dan amarahnya, berteriak untuk kebebasan dan kebutuhannya untuk menyelamatkan diri dari kematian.


Kemudian sipir penjara mereka datang dari luar untuk memberikan khotbah moral dan memberi tahu orang-orang: Lihatlah barbarisme narapidana ini. Mereka tidak berperilaku baik karena mereka tidak mengetuk pintu dengan tenang dan tidak menyampaikan tuntutan mereka kepada kami dengan cara yang hormat.


Tidak adil menyalahkan korban, sibuk menilai perilakunya. Dengan mengabaikan akar masalah, kita teralihkan dari penjahat sebenarnya, yang menempatkan tawanan dalam kondisi yang mengancam jiwa dan tidak manusiawi itu. Apapun yang dilakukan narapidana yang merasakan kematian mendekati mereka, perilaku mereka akan selaras dengan prinsip kebebasan dan keadilan, bahkan jika mereka mendobrak pintu sel penjara.


Analogi yang diuraikan Ahmed Abu Artema ini membongkar perilaku Israel terhadap orang Palestina di Gaza. Israel telah melebih-lebihkan balon pembakar sederhana yang diluncurkan oleh kelompok pemuda Palestina. Israel telah mencoba untuk menggambarkan balon-balon ini sebagai ancaman militer. Dengan melakukan itu, ia mencoba menyusun “aturan” baru. Di bawah “aturan” itu, Israel berpikir mungkin menanggapi balon pembakar dengan rudal yang diluncurkan dari pesawat tempur F-16. 


Banyak anak muda Palestina dapat melihat desa asli keluarga mereka di luar pagar yang memisahkan Gaza dan Israel. Namun, mereka tidak bisa menjangkaunya. Itu memberikan penjelasan tentang motif orang-orang melepaskan balon. Balon melewati batas dan mencapai kota dan desa yang telah dicuri dari orang Palestina. Balon-balon itu diterbangkan sebagai protes terhadap pencurian tanah air kita.


Setelah pengusiran tahun 1948, Israel melakukan kejahatan lain yang tak terhitung jumlahnya. Itu termasuk pendudukan, pembantaian, penahanan massal dan penyiksaan terhadap warga Palestina.


Mereka juga melakukan blokade yang telah merampas hak-hak dan kebutuhan dasar warga Palestina di Gaza. Blokade tersebut telah merusak ekonomi kami, menghancurkan pasar tenaga kerja dan menghancurkan impian pemuda Palestina untuk kehidupan yang layak.


Pemuda Gaza menggedor dinding penjara selama Great March of Return. Israel menanggapi dengan menembakkan peluru tajam ke arah mereka, menyebabkan kematian dan cacat permanen.


Para pemuda ini, yang dihancurkan oleh pendudukan Israel dan dirampas hak-hak dasarnya, masih merasakan dorongan untuk meneriaki para sipir penjara. Mereka ingin bersuara agar tidak mati dalam diam.


Dalam novelnya Men in the Sun, Ghassan Kanafani menceritakan kisah tiga orang Palestina yang melakukan perjalanan berbahaya yang tersembunyi di dalam tangki air. Setelah para pria ditemukan tewas oleh sopir mereka, Kanafani bertanya mengapa mereka tidak menggedor dinding tangki air. 


Menggedor dinding tangki lebih baik daripada diam. Meluncurkan balon pembakar dari Jalur Gaza yang terkepung seperti menggedor dinding tangki air dan menolak mati dalam diam. [Mi'raj News Agency]


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Menolak Mati dalam Diam, Tentang "Balon Pembakar" dari Gaza

Terkini

Topik Populer

Iklan