FOTO Ilustrasi Proses pensyahadatan di salah satu lembaga pemasyarakatan di Banda Aceh |
WASATHA.COM, BANDA ACEH – Para mualaf,
orang yang baru memeluk Islam dari kalangan etnik Tionghoa di Aceh mengalami kondisi terkucilkan dari
budaya asal mereka seteleh berpindah keyakinan. Mereka mengalami kondisi
dilematis yang perlu mendapat perhatian agar mereka hidup lebih baik.
Demikian disampaikan Prof Dr Eka Srimulyani
saat memaparkan hasil penelitian yang diluncurkan dalam Policy Brief, Sabtu
(22/12/2018) di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Ia yang tergabung
dalam penelitian itu dan konsen kepada bagaimana mualaf Tionghoa di Banda Aceh
setelah berislam.
“Para mualaf di Peunayong ini dalam kondisi
tercerabut dari akar budaya mereka dalam kondisi terkucil dan dipahami selama
ini menjadi Islam itu ya keluar dari patron budaya asal, bahkan di Aceh menjadi
Islam ya menjadi Aceh,” katanya.
Prof Eka Srimulyani menjadi bagian dari
peneliti pada kawasan perbatasan bersama Prof Arskal Salim, dan Dr Moch Nur
Ichwan di mana hasil penelitian itu dijadikan Policy Brief bagi para pemangku
kebijakan di Aceh.
Policy Brief
tersebut secara bergantian dipaparkan oleh ketiga peneliti di hadapan para
peserta seminar. Hal-hal krusial yang menjadi perhatian dan perlu
ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan misalnya, peran Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) di kawasan Aceh Tenggar, Aceh Singkil, dan Subulussalam. semestinya merupakan forum representatif bagi ke lompok aminoritas
dalam
menyuarakan
pendapat dan kepentingannya belum memperoleh
perhatian yang layak dalam mendorong
kerukunan
antarumat beragama.
Pada bagian akhir, peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi bagi
pemangku kebijakan agar temuan hasil penelitian itu menjadi bahan pertimbangan
untuk menjadikan Aceh lebih baik ke depan dalam berbagai hal.
Rekomendasi itu antara lain, sebagaimana dibacakan Prof Eka Sri
Mulyani, adannya pemerataan akses, partisipasi dan refresentasi kelompok masyarakat,
pengembangan toleransi aktif melalui berbagai media pendidikan, penguatan FKUB
untuk bersinergi dengan institusi terkait, dan penegasan sikap penyelenggara
pemerintahan yang nonpartisan dalam mencegah dominasi pemahaman praktik
keberagamaan tunggal.
Peluncuran Policy Brief itu diselenggarakan atas kerjasama UIN
Ar-Raniry, Syarif Hidayatullah, Sunan
Kalijaga, ICAIOS dan University Of Notre Dame. Hadir berbagai perwakilan
lembaga pemerintahan, ormas, mahasiswa, dan sejumlah aktivis di Aceh. []