WASATHA.COM, BANDA ACEH - Semangat berwaqaf Habib Bugak Al Asyi harus terus ditiru dan disemai kepada
generasi milenialis Abad 21. Tak harus menjadi kaya raya seperti Dermawan asal
Aceh itu, waqaf kekinian dapat dilakukan oleh siapa saja secara kolektif.
Demikianlah sepenggal pesan Prof Mohammad Nuh, mantan
Menteri Pendidikan Kabinet Indonesia Bersatu, yang saat ini menjabat sebagai
Ketua Pelaksana Badan Waqaf Indonesia, saat menyampaikan kuliah umum di aula
Serbaguna Setda Aceh, Selasa (18/9/2018).
“Generasi milenial harus mentauladani apa yang telah
dilakukan oleh Habib Bugak. Jangan berpikir untuk memiliki harta berlimpah
karena berwaqaf dapat kita lakukan secara kolektif,” ujar Mohammad Nuh.
Prof M Nuh mencontohkan, jika 20 persen penduduk Aceh
atau sebanyak sejuta orang Aceh berwaqaf sebesar Rp5 ribu saja, maka perhari
akan terkumpul dana ummat sebesar Rp5 miliar. Dengan potensi tersebut, Prof M
Nuh meyakini, akan muncul dermawan-dermawan baru di Aceh.
“Rp5 miliar perhari adalah potensi yang sangat besar
yang bisa dilakukan oleh ummat. Jika ini dilakukan sepanjang tahun, maka akan
lahir Habib Bugak-Habib Bugak baru di Aceh. Dengan potensi itu, maka banyak hal
yang bisa dilakukan oleh ummat, termasuk bagi pembangunan bangsa ini,” imbuh Prof
M Nuh.
Senada dengan Prof M Nuh, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh
Nova Iriansyah juga meyakini, bahwa sebagai negara dengan penduduk Islam
terbesar di dunia, waqaf adalah elemen yang sangat penting untuk dalam
mendukung pembangunan Indonesia.
Bahkan Pemerintah telah melahirkan regulasi khusus
tentang waqaf, yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, yang mengandung
substansi komprehensif dalam mendefinisikan dan mengatur tata kelola wakaf di
Indonesia.
“Yang terpenting, semuanya telah memenuhi ketentuan
syariah dan aturan hukum yang berlaku. Itu sebabnya di dalam Islam, keberadaan
waqaf sangat penting dalam memperkuat kemaslahatan umat. Oleh karenanya,
perhatian kita terhadap pengelolaan waqaf ini harus terus ditingkatkan,” kata
Plt Gubernur.
Aturan terkait waqaf diatur secara khusus di Aceh, yaitu
dalam Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. Qanun ini sejalan
dengan amanat Undang-Undang tentang Wakaf yang menegaskan perlunya pengelolaan
waqaf yang optimal dalam pendayagunakan peran wakaf sebagai potensi ekonomi
umat.
“Untuk pengelolaan tersebut, kita telah memiliki Badan
Waqaf Aceh yang bertugas menjalankan tata kelola dan kebijakan harta waqaf di
daerah ini. Kinerja Badan wakaf Aceh ini mendapat dukungan penuh dari
Kementerian Agama,” sambung Plt Gubernur.
Saat ini, sambung Nova, jumlah harta waqaf di Aceh cukup
banyak, umumnya berupa tanah yang mencapai 24.358 Persil dan tersebar di semua
kabupaten/kota. Sebagian dari tanah tersebut diperuntukkan bagi masjid,
mushalla, Madrasah, Lembaga Pendidikan Islam, kuburan dan sebagainya.
“Sayangnya, hanya sedikit dari harta wakaf itu yang
dikelola secara produktif, sehingga peranannya bagi ekonomi umat tidak begitu
maksimal. Padahal sebagai umat Islam, kita dianjurkan memiliki visi jauh ke
depan, melihat segala sesuatunya untuk jangka panjang,” kata Nova.
“Untuk itu, pemahaman kita tentang pengelolaan harta
waqaf ini perlu ditingkatkan agar keberadaan harta waqaf yang ada di Aceh tidak
hanya untuk kepentingan sesaat, tapi terus berlanjut hingga jangka panjang.
Oleh karena itu, Kuliah Umum Prof M Nuh tentu sangat bermanfaat bagi kita,”
imbuh Nova. []