WASATHA.COM, BANDA ACEH - Banyak pengunjung yang terkejut, ketika melihat aksara yang sebelum ini tidak pernah mereka saksikan.
“Inii aksara apa, jawa ya?” tanya salah seorang mahasiswi asal Pidie, saat mengunjungi stand Aceh Tengah, Rabu (8/8/2018), siang.
“oooo bukan, ini aksara Gayo,” sebut Bentara Linge yang menjaga stand peragaan tulisan aksara Gayo.
“haaahhh Gayo, Gayo punya aksara,” balas mahasiswi yang enggan jati dirinya disiarkan ini. “Saya mau tahu dan ingin belajar,” sebutnya.
Spontan Bentara Linge mengajarkan bagaimana indahnya merangkai huruf Gayo menjadi kata dan kalimat.
Saat itu Bentara dibantu oleh Amna Nurul Ihlas, mahasisiwi UIN Arraniry (Pendidikan guru madrasah PGMI semester 3) dan Zulfan yang sudah ahli merangkai huruf Gayo.
Amna yang ikut bersama ayahnya Zulfan, mengakui baru sepekan belajar menulis aksara Gayo. Dia dipandu orang tuanya Zulfan dan sang kakek Bentara Linge. Kini Amna sudah mahir menggores pena mengikuti lekukan indah aksara Gayo.
“ Baru kali ini aksara Gayo tampil di PKA. Aksara Gayo umurnya sudah tua, dimana kini sedang diteliti kembali, untuk pembuktian lebih lengkap. Kali ini ditampilkan pada PKA ke 7 sebagai sfesifik Gayo yang tidak ada di daerah lain,” sebut Uswatuddin, ketua PKA Aceh Tengah, di sela sele hiruk pikuknya manusia yang mengunjungi stand negeri antara ini.
Peminatnya cukup banyak, bukan hanya orang Gayo. Para pelajar dengan pakaian sekolah yang dipandu gurunya, juga banyak yang belajar menulis aksara Gayo, tambah Uswatuddin.
“Aksara ini harus dipelajari khususnya orang Gayo, bahwa mereka memang memiliki aksara”.
Bentara Linge yang mendapatkan aksara ini dari bebatuan dan lainya, menyatukan seluruh aksara itu dan akhirnya sudah diseminarkan. Aksara Gayo ini menjadi sarana penulisan yang indah, karena bukan hanya unik, berbeda dengan huruf latin, namun ketika huruf itu disambung menjadi kata dan kalimat, akan terlihat indah.
Terbukti, sebut AmnaNurul Ihlas, banyak pelajar dan mahasiswa tertarik mempelajarinya langsung. Bahkan ada diantara mereka mengambil pena, langsung mempraktekan nama masing masing dengan huruf aksara Gayo ini.
“Semoga apa yang kita persembahkan dalam PKA ke 7, ada catatan sejarah didalamnya, banyak hal yang kita perkenalkan. Selain aksara, kita juga memajang duplikat kerangka manusia dari Loyang Mendale yang umurnya sudah mencapai 8.500 tahun, serta dimunculkan kembali tari yang hampir punah, yakni tari sining,” kata Uswatuddin.