SAAT menghadiri acara wisuda mahasiswa atau yudisium mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Aceh, sering terdengar riuh ketawa para peserta wisuda dan tamu undangan yang hadir.
Momentum itu, biasanya terjadi saat pemanggilan satu persatu mahasiswa peserta wisuda ke panggung utama untuk menerima ijazah dan pengalihan posisi letak tali pada topi wisuda sebagai tanda ia telah sah menjadi sarjana.
Biasanya, petugas akan memanggil mahasiswa dengan item seperti, nama mahasiswa, tempat tanggal lahir, fakuktas dan judul skripsi yang ditulis.
Ada yang unik, bagi saya ini pengalaman yang tak lazim dengan daerah lain.
Di Aceh, banyak penulisan administrasi kependudukan yang tidak lazim menurut aturan administrasi kependudukan.
Kali ini, di yudisium ke sekian kalinya yang saya hadiri di Fakultas Dakwah, juga terdengar riuh tawa saat mendengar nama-nama tempat tanggal lahir mahasiswa.
"Nurjanah, tempat tenggal lahir, Paya Kameng, 18 Agustus 1990, judul skripsi....,"
"Nurhayati, Lam Pageu 16 Juli 1995....,"
Ada juga yang lahir di rakit.
Ada juga yang lahir di Krueng Woyla, artinya di Sungai Woyla.
Nama-nama daerah tempat lahir mahasiswa memang terdengar sangat asing.
Gampong atau desa di mana mahasiswa lahir hanya dipahami oleh mereka dari satu Gampong.
Paya Kameng atau kubangan kambing adalah kawasan di Aceh Besar. Lam Pageu, Aceh Besar. Raket atau Rakit, kawasan Tengah Aceh.
Itu deretan nama-nama tempat lahir yang sering mengundang tawa, karena intonasi pembawa acara juga membaca dengan intonasi yang cukup tegas.
"Nurjanah, tempat tenggal lahir, Paya Kameng, 18 Agustus 1990, judul skripsi....,"
Gerrrrrrrrrrr. Riuh tertawa. Seorang mahasiswa lahir di Kubangan Kambing (Paya Kameng). Meski ini hanya riuh spontanitas tetapi tiap tahun selalu mengundang tawa.
Ada juga disebut lahir di Krueng Buya Mate, satu kawasan entah di mana. Perlu penelusuran lebih teliti dimana kawasan ini berada.
Tulisan ini hanya catatan ringan, kiranya generasi millenial ke depan calon ayah dan calon ibu, hendaknya tidak menuliskan catatan administrasi anaknya kelak denganbm nama lorong atau gampong.
Catatlah wilayah administrasi tertinggi di kabupaten.
Jika seorang anak lahir di Rukoh, maka elok ia ditulis lahir di Banda Aceh. Jika ia lahir di Lam Seunong, maka tulis di akta kelahiran anak itu lahir di Aceh Besar.
Penulisan kawasan terkecil setingkat Gampong, masih sulit terdeteksi kawasan mana daerah tersebut.
Pihak administrasi kependudukan selayaknya mengatur hal ini dengan tertib pada proses pencatatan.
Jika masih ada di abad ke depan, penulisan tempat lahir yang tidak lazim, kenapa tidak sekalian ditulis tempat tanggal lahir di Rumah atau di Bidan atau di Dukun Beranak! [Arif Ramdan]