Foto : Google |
KEUMALAHAYATI atau
lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati, ia merupakan laksamana wanita
pertama di dunia. Wanita Kelahiran Aceh ini pernah menjadi Kepala Barisan
Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol pada masa kerajaan Aceh
dipimpin oleh Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riatsyah (1585-1604).
Sosok
malahayati merupakan cerminan wanita perkasa Aceh yang tidak mengenal kata
menyerah, bahkan ia juga pernah menjadi pemimpin atau penghimpun para
janda-janda Aceh untuk melawan penjajah di Nanggroe Aceh ini, yaitu Portugis
dan Belanda.
Laksamana Malahayati merupakan
anak dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Syah,
putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Aceh pada tahun 1530-1539 M.
Ketika Aceh berperang melawan Portugis dan Belanda, Malahayati memimpin
sebanyak 2.000 pasukan janda atau lebih dikenal dengan pasukan inong balee. Yang
dimana, para janda ini juga mendirikan sebuah benteng yang dikenal dengan
sebutan Benteng Inong Balee (Janda-janda yang di tinggal pergi oleh suaminya
yang telah syahid dalam peperangan).
Malahayati merupakan istri dari
Tuanku Mahmudin Bin Said Al Latief. Sepanjang hidupnya ia kerahkan untuk
berjuang mempertahankan tanah kelahiran dari para penjajah yang mencoba masuk
ke Aceh Darussalam dan ia menumbuhkan rasa patriotisme dalam dirinya itu untuk
membuktikan kesucian cintanya kepada suami tercinta yang telah gugur dalam
medan pertempuran melawan Portugis. Di catat dalam sejarah kehidupan dan dari
berbagai sumber bahwa Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam
pertempuran satu lawan satu di geladak kapal Belanda pada 11 September 1599.
Semasa hidupnya, Malahayati
memiliki kemampuan militer dari hasil belajarnya pada sebuah Institusi sekolah
kerajaan yang bernama Baital Maqdis. Lewat pembelajarannya di Institusi
tersebut, Malahayati mampu mengkoordinir 100 kapal perang serta mampu memimpin
2.000 pasukan armada.
Perjuangannya yang berunjung
dengan sebuah keharuman yang indah. Sesuai dengan namanya yang indah pula di
masa kecil dengan sebutan Keumala Hayati. Semua hal yang dilakukan
menghantarkan dirinya mencapai karir yang tiada banding.
Ia lah sosok wanita asal Aceh
yang telah menghimpun jalan perdamaian Aceh, lewat jasa dan tenaganya yang
terus berjuang dengan penuh keberanian tanpa mengenal kata takut dan menyerah
melawan para penjajah yang mencoba masuk ke Aceh. Kini ia telah tiada, namun
namanya tetap ada sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Ia telah mendapatkan penghargaan
yang mulia di tahun 2017 ini, sesuai dengan keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017 ia dinyatakan
mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Kini di bawah bumi Aceh
Darussalam terpendam jasad wanita Aceh yang luar biasa dalam menjaga keamanan
negara Indonesia, Khususnya Aceh. Semoga kedepannya Aceh tetap memiliki
wanita-wanita yang terus berjuang melawan para penjajah, walau bukan lewat
sebuah peperangan, namun bisa lewat sebuah ilmu pengetahuan yang nyata. [Nurmalasari]