MENURUT beberapa
sumber, lelaki itu berkulit hitam legam, badannya kurus tinggi, rambutnya
kriting lebat. Ia jauh berbeda dengan orang Arab sejamannya. Dia bukan seorang
bangsawan. Dia hanya budak biasa dari kalangan sudra.
Dialah Bilal bin Rabah. Seorang
sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari budak Habsyi yang berkulit hitam
tapi hatinya putih. Ya, hatinya putih seputih salju. Hatinya bening, sebening
embun. Dia, adalah salah satu sahabat besar di antara deretan nama besar
sahabat lainnya.
Saat itu, Bilal hanyalah budak
Umayyah, salah satu tokoh kafir musyrik Quraisy yang berpengaruh dan terpandang
juga hartawan. Hari-hari Bilal dijalaninya sebagai penggembala kambing.
Dari sinilah (pengembala gembala
kambing) kisah perjalanan hidupnya menemukan cahaya Islam. Dari peran sebagai
penggembala itu pula Bilal bertemu dengan orang paling agung akhlaknya,
Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dikisahkan, saat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Abu Bakar radhiyallahu anhu (ra) di gua,
lewatlah Bilal yang sedang menggembala kambing-kambing milik Abdullah bin
Jad’an. Saat Rasulullah melihat Bilal, beliau berkata, “Wahai penggembala,
apakah engkau memiliki susu?” Bilal menjawab, “Tidak ada, hanya kambing ini
saja. Apabila kalian mau, kusisihkan susunya hari ini untuk kalian.” Rasulullah
berkata, “Bawa kemari kambingmu itu.”
Setelah Bilal mendekat,
Rasulullah berdoa dengan membawa sebuah bejana besar, lalu memerah susu kambing
dan memenuhi bejana tersebut. Beliau meminumnya hingga kenyang. Setelah itu
memerah kembali susunya hingga bejana itu penuh, lalu memberikannya kepada Abu
Bakar hingga Abu Bakar kenyang. Kemudian memerahnya kembali sampai bejana itu
pun terisi penuh dan menyerahkannya kepada Bilal. Bilal pun meminumnya hingga
kenyang.
Lalu Rasulullah bertanya kepada
Bilal, “Apakah engkau telah mengenal Islam? Sesungguhnya aku adalah utusan
Allah.” Singkat cerita, Bilal pun memeluk Islam berkat dakwah langsung
Rasulullah tersebut dan memerintahkan Bilal agar menyembunyikan ke-Islamannya.
Bilal pun pulang dengan kambingnya yang kantung susunya mengembung penuh.
Sepulangnya dari penggembalaan, Bilal menemui pemilik kambing, lalu sang
pemilik mengatakan, “Engkau telah mengembalakannya dengan baik, ambillah
kambing itu untukmu.”
Selama beberapa hari kemudian, Bilal
tetap menemui Rasulullah untuk menyajikan susu kambing dan belajar Islam kepada
beliau secara langsung, sampai akhirnya orang-orang kafir Mekah mengetahui
keislamannya. Lalu mereka menyiksa Bilal dengan siksaan yang berat; dicambuk
dan puncaknya ditindihkan batu besar ke tubuh Bilal dengan harapan agar ia
kembali ke agama nenek moyangnya; menyembah berhala.
“Katakan, tuhanku Latta dan
Uzza..!” seru Umayyah dengan suaranya yang lantang.
Namun, karena iman itu sudah
menghunjam kuat dalam hati Bilal, ia tak bergeming. Sebaliknya, ia berkata,
“Ahad… Ahad… Ahad.” Ahad berarti satu. Bilal sudah mengimani bahwa hanya ada
satu Tuhan di jagat raya ini. Tidak ada Tuhan selain Allah. Mendengar ucapan
itu, Umayyah semakin berang, dan memukulkan cambuknya sampai puncaknya ditindih
dengan batu besar harus dialami Bilal.
Saat penyiksaan Bilal itu sedang
berlangsung, atas takdir Allah semata, maka lewatlah Abu Bakar As Shiddiq. Demi
melihat sahabatnya disiksa dengan kejam, maka Abu Bakar membeli Bilal dengan
harga yang tidak murah. Bilal pun terbebas dari kezaliman kaum kafir musyrik
Mekah kala itu.
Sejak kemerdekaannya dari seorang
budak, maka sejak itu pula Bilal selalu bersama dengan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Bilal termasuk orang-orang shaf pertama yang memeluk Islam.
Masa-masa kebebasan itulah dimanfaatkan Bilal untuk terus belajar, beramal dan
meningkatkan keimanannya bersama para sahabat yang lain sehingga ia benar-benar
faham tentang apa itu Islam dan bagaimana cara mengamalkannya.
Keistimewaan Bilal
Mesti nama Bilal tak sekaliber
nama empat sahabat utama (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), tapi ia adalah satu
di antara sekian banyak sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang memiliki
banyak keistimewaan. Berikut akan dipaparkan secara ringkas beberapa
keistimewaan sahabat Bilal bin Rabah.
Bilal hidup bersama Rasulullah
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan selalu mengumandangkan Adzan untuk shalat, dan
menghidupkan syi’ar agama ini yang telah mengeluarkannya dari kegelapan kepada
cahaya, dari perbudakan pada kemerdekaan. Bilal begitu dekat dengan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga ia pernah menyifati Bilal dengan calon
penghuni surga. Meski mendapat gelar calon penghuni surga, Bilal tetap seperti
biasa; ramah, sopan dan tidak pernah merasa dirinya lebih baik dari sahabat
lain.
Suatu hari Rasulullah memanggil
Bilal karena penasaran amalan apa yang dilakukan Bilal sehingga terompahnya
saja sudah terdengar di Surga, meski orangnya masih hidup di bumi. Bilal pun
menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Rasulullah bertanya, “Wahai
Bilal, aku mendengar suara langkahmu di depanku di dalam surga. Setiap malam
aku mendengar suara langkahmu.”
Dengan wajah penuh hormat, tapi
tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah.
“Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu dan shalat
sunnah dua rakaat.”
“Dengan itu kamu mendahului aku,”
kata Rasulullah membenarkan. Masya Allah, begitu tinggi derajat Bilal bin Rabah
di sisi Allah Ta’ala.
Dalam kesempatan lain, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada Bilal selepas mengerjakan
shalat Shubuh.
Bersabda kepadanya setelah shalat
Shubuh, “Ceritakan kepadaku perbuatan apa yang telah engkau lakukan dalam
Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam, aku mendengar suara sendalmu
berada di pintu Surga.”
Bilal berkata, “Aku tidak
melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan aku selalu bersuci dengan
sempurna pada setiap saat; baik malam dan siang hari kecuali aku melakukan
shalat sebagaimana yang ditentukan untukku melakukan shalat.” (HR. Bukhari).
Bilal bin Rabah ra, meski
memiliki kulit yang hitam legam, tapi hatinya putih seputih kapas. Imannya
kokoh sekokoh batu karang. Akhlaknya mulia dihadapan manusia terlebih lagi
dihadapan Allah dan Nabinya. Bilal adalah lambang persamaan derajat manusia. Ia
juga menjadi bukti dari sekian banyak bukti ayat kauniyah-Nya yang menjelaskan
kepada umat manusia, bahwa tak ada manusia yang lebih baik di sisi Allah
kecuali orang yang bertakwa, wallahua’lam. [Bahron Ansori]