KAMIS 02 November saya tiba di Sidney, Australia atas undangan
dari Alkahfi Islamic Center, Sidney. Satu komunitas muslim yang didirikan oleh Dr H Teuku
Chalidin Yacob MA, ulama asal Aceh yang kini menetap di negeri Kangguru
tersebut.
Dijemput keluarga muslim di Sidney, yang mengejutkan saya
dijemput oleh alumnus Bustanul Ulum Langsa. Ini juga pengalaman kesekian kali
saya berjumpa dengan alumni Bustanul Ulum di luar negeri.
Tiba di Alkhafi Islamic Center, saya mendapat jamuan makan
yang luar biasa. Menu ikan salmon yang jarang saya dapat di Aceh. Ke Australia,
saya juga membawa oleh-oleh khas Aceh untuk kelurga Aceh di Sidney.
Muslim di Sidney sangat rajin berjamaah shalat lima waktu di
masjid. Mereka bergegas jika azan sudah berkumandang, terasa sangat semangat
berjamaah di sini. Hari pertama berjamaah, shaf shalat penuh tidak ada yang
kosong. Takjub, begitu terasa semangat islam di sini, muslim kompak bersatu,
semua orang mengejar waktu shalat berjamaah.
Sydney adalah kota terbesar di Australia, dan ibukota negara bagian New South Wales. Memiliki populasi willayah metropolitan 4.34 juta jiwadan luas 12.000 kilometer persegi. Penduduknya disebut Sydneysiders, dan Sydney dijuluki sebagai "the Harbour City" (Kota Dermaga), "the City of Villages" (Kota Desa-Desa) dan "the Emerald City" (Kota Zamrud).
Sydney merupakan salah satu kota paling multikultural di dunia, yang tercermin dari perannya sebagai kota tujuan utama bagi imigran ke Australia.
Di sini banyak peluang pekerjaan, negara yang terus berbenah
membangun ini menyediakan banyak lapangan kerja. Untuk pekerja pendatang,
rata-rata di sektor buruh seperti cleaning service dengan gaji 200 ribu lebih
per jam. Bayangkan jika bekerja 8 jam sehari, maka sudah sangat sejahtera
ukuran seorang tukang kebersihan di kota ini.
Warga negara asli lebih banyak mengambil kerja profesional
kantoran, pekerja luar para pendatang seperti imigran memilih kerja lepas.
Peluang kerja cukup besar, pembangunan terlihat sedan terus dipacu.
Hal lain yang
membuat saya kagum adalah saat melihat umat muslim di Sydney dapat melaksanakan
aktivitas dengan bebas tanpa perlu menutup-nutupi identitasnya sebagai muslim.
Apalagi di kawasan Corner Arad Road yang merupakan kawasan masyarakat Arab,
semua umat Islam tampak berpakaian muslim. Wanitanya menggunakan jilbab dan
cadar.
Makanan halal
juga dengan mudah dapat kita beli di restoran muslim yang ada di mana-mana di Kota
Sydney, berbeda dengan saat kunjungan saya ke Eropa tahun lalu yang sering
harus menahan lapar.
Persatuan dan
semangat memakmurkan masjid dengan kegiatan pengajian oleh masyarakat Aceh di
Sydney ini mungkin menjadi “cambukan” bagi kita di Aceh yang fasilitas masjid
ada di mana-mana, namun masih lalai melaksanakan shalat berjamaah. [Akmal Hanief Lc, CEO Elhanief Group]