ANEH, banyak pemuda pemudi yang gemar memilih jalan menyimpang
dengan cara PACARAN daripada harus menyegerakan nikah.
Padahal menikah adalah cara sesuai fitrah manusia yang telah
dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya. Tapi,
kenapa pula masih ada pemuda yang lebih ‘nyaman’ berlama-lama pacaran daripada
bersegera menikah.
Memang,
menikah itu perlu persiapan ekstra, tapi bukan berarti karena alasan
mempersiapkan persiapan ekstra itu akhirnya jalan yang tidak dibenarkan
ditabrak.
Misalnya, ah, sambil mengumpulkan
modal, gak apa-apalah
pacaran dulu sebelum menikah. Itung-itung mengenal
karakter calon istri atau suami. Hal seperti itu (mengenal karakter calon)
melalui pacaran tidaklah dibenarkan dalam Islam.
Norak dong hari gini gak pacaran? Tentu jika hari
gini seorang pemuda pemudi masih senang pacaran, itulah sebenarnya yang norak.
Norak karena budaya pacaran itu sebenarnya bukan dari budaya Islam.
Sebaliknya, pacaran itu akan terasa indah jika dilakukan setelah
menikah. Apa bedanya dong pacaran pra nikah dan pasca nikah? Oh, tentu saja
beda. Pacaran pra nikah, itu artinya semua aktifitasnya full maksiat.
Sebaliknya, pacaran pasca nikah, maka semuanya menjadi halal dan sudah tentu
dapat pahala. Kalau gitu, enak mana, pacaran pra nikah atau pacaran pasca
nikah?
Bersegera
menikah merupakan sebuah kewajiban. Seorang pemuda dan pemudi tidak boleh
menunda-nunda menikah karena alasan kuliah. Menikah tidak dibatasi hal
tersebut, bahkan dimungkinkan seorang pemuda menikah untuk menjaga dirinya,
agamanya, akhlaknya serta menundukkan pandangannya sementara ia terus
melanjutkan kuliahnya.
Begitu pula dengan pemudi yang diberikan kecukupan dan kemudahan
kepada Allah, wajib bagi dirinya
untuk bersegera menikah meskipun ia masih
sekolah –baik ia berada dijenjang SMA atau perguruan tinggi-
karena hal tersebut bukanlah penghalang.
Merupakan
sebuah kewajiban untuk bersegera menikah bagi siapapun yang telah
memiliki kemampuan dan kuliah bukanlah penghalang terjadinya sebuah pernikahan.
Meskipun engkau memutuskan kuliahmu, maka hal tersebut tidaklah
mengapa, karena yang terpenting adalah engkau belajar ilmu-ilmu yang bermanfaat
bagi agamamu dan selebihnya merupakan tambahan semata.
Di dalam
pernikahan terdapat mashlahat yang besar, terlebih lagi di zaman ini dan
mengakhirkannya akan menimbulkan banyak mudarat kepada para
pemuda dan pemudi. Oleh karena itu, semua pemuda dan pemudi wajib
menyegerakan diri untuk menikah bila si pelamar telah mampu mencukupi
kebutuhan yang akan dilamar.
Jika seorang yang dilamar dirasa cocok, maka bersegeralah
menikah dalam rangka mengamalkan perkataan Nabi Shalallahu’alaihi Wa Sallam
dalam hadits shahih, yang artinya, “Wahai sekalian pemuda, apabila kalian
mampu (lahir dan batin) untuk menikah, maka menikahlah. Hal tersebut akan
menjaga pandangan dan kemaluan. Namun, bila kalian belum mampu berpuasalah.
Karena di dalam puasa tersebut terdapat pengekang.” (Muttafaqun
‘Alaihi). Di dalam hadits tersebut terdapat keumuman dari kalangan pemuda dan
pemudi untuk menikah. Tidak ada kekhususan di dalamnya.
Tiga Alasan Ini Anda Boleh Menunda Nikah
Hanya dengan
tiga (3) hal yang boleh dilakukan untuk menunda menikah antara lain sebagai
berikut.
Pertama, jika menikah itu mengakibatkan ke zhaliman pada salah
satupihak. Kalau menikah tapi pernikahan itu menzhalimi salah satu pihak
maka pernikahan tersebut sudah semestinya ditunda atau dibatalkan sama sekali.
Contohnya ada laki-laki yang memiliki dendam dengan satu
keluarga, laki-laki menikahi wanita keluarga tersebut dengan niat membalas
dendam, menyakiti wanita atau mungkin menceraikannya setelah dinikahi. Hal
seperti ini tentu tidak diperbolehkan dalam Islam.
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan
kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku jadikan ia (kezhaliman itu) haram di antara
kalian. Maka janganlah kalian saling menzhalimi.” (HR. Muslim, dalam Jami’ul
Ulum hadits no. 24)
Contoh kasus
lain ada seorang wanita yang dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan alasan
harta sementara laki-laki yang akan menikahinya jauh sekali dari kesan
laki-laki taat dan shaleh. Hal seperti ini jika terjadi maka boleh untuk
menunda dan membatalkan pernikahan tersebut.
Kedua, Memaksakan Menikah Tapi Belum Mampu. Keinginan untuk
menikah boleh saja meledak-ledak. Tapi, tentu saja harus berfikir realistis.
Jangan hanya karena ingin segera memenuhi hasrat biologis, lalu tidak
mempertimbangkan hal lain yang jika ditinggalkan akan membuat fatal sebuah
pernikahan.
Memaksakan
menikah, banyak terjadi dalam masyarakat hari ini, padahal sebenarnya belum
mampu, baik itu secara finansial maupun izin dan restu dari keluarga. Memilih
“nikah lari” karena belum dapat izin dari orang tua dengan dalih sudah
terlanjur cinta tentu hal yang sangat tidak di anjurkan dalam Islam.
Di kasus lain yang sering terjadi adalah memaksakan menikah dan
resepsi padahal sejatinya tidak mampu secara ekonomi alih-alih ujungnya adalah
berhutang untuk biaya menikah dan resepsi, bahkan sampai malah berhutang ke
renteiner (riba).
Ketiga, Menikah Saat Hamil. Sebagian besar masyarakat
negeri ini tidak tahu, sehingga dengan seenaknya saja melanggar larangan Allah,
yakni segera menikahkan wanita yang sudah hamil; entah itu karena hamil di luar
nikah atau hamil setelah dicerai suaminya. Padahal, Allah Ta’ala berfirman
yang artinya, “Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka
sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS.
Ath-Tholaq: 4). Maka jika dalam kondisi hamil mesti
ditunggu dulu sampai bayinya lahir (habis masa iddahnya) baru dinikahkan.
Jadi, untuk
Anda para pemuda dan pemudi Islam, bersegeralah menikah jika masa itu sudah
tiba. Jangan tunda nikah itu, jika Anda memang sudah mempunyai calon suami atau
istri. Mintalah kepada orang tua untuk segera membantu mewujudkan impian Anda
itu. Sebab, jika menikah itu semakin ditunda-tunda, maka bisa jadi akan tiba
rasa psikologis jenuh, dimana Anda akan merasa kehilangan semangat untuk membangun
rumah tangga.
Pesan saya,
jika rasa hati sudah merindukan untuk menikah, maka jangan lagi ditunda-tunda.
Apa dan bagaimana pun caranya, selama itu baik dan tidak melanggar syariat
Allah dan Nabi-Nya, maka wujudkanlah. Sebab disaat perasaan menggebu ingin
menikah itu muncul, lalu Anda menikah, maka kebahagiaan akan terasa lebih
sempurna, wallahua’lam.(Bahron Ansori | Mirajnews.com]