ISLAM wajib menjaga kesucian
agamanya dan diingatkan agar tidak berteman apalagi sampai menjadikan
orang-orang kafir yang selama ini telah terang-terangan memusuhi Islam sebagai
pemimpinnya yang akan mengatur urusan keseharian umat ini.
Demikian antara lain disampaikan Tgk Jamaluddin M. Thaib
S.Pd.I MA, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tgk Chik Pante Kulu, saat
mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di
Mushalla Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Kampung Mulia, Rabu (12/4/2017)
malam.
“Para ulama mengingatkan kepada kaum muslimin, kalau mereka
(kafir harbi) secara teran-terangan memusuhi dan menyerang umat Islam,
maka tidak boleh berteman dengan mereka, apalagi membantunya dan mendukungnya
untuk meraih kekuasaan seperti mendukung partai-partai yang anti Islam,
mendukung menjadi anggota legislatif, dan bahkan mendukung menjadi kepala
pemerintahan. Merupakan sebuah hal yang lumrah dan logis bahwa umat Islam harus
menjaga umatnya dan ini merupakan khazanah dan ciri khas masing masing,“ kata
Tgk Jamaluddin.
Pengurus PW Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (Bakomubin)
Aceh ini menegaskan, Islam agama yang mengajarkan kedamaian, kesetaraan
dan keadilan dan toleransi. Prinsip dasarnya rahmatan lil’alamin, karena itu
Islam boleh hidup berdampingan dengan siapa aja dan hidup dengan siapa aja
serta bergaul dengan siapa aja, ajaran Islam mengajarkan tentang bagaiman
dapat mewujudkan kedamaian dan keadilan kepada semua manusia.
Da'i asal Aceh Timur ini menjelaskan, muamalah dalam bentuk
apapun Islam telah membahas dan mengaturnya dengan sangat baik dan sesuai
dengan prinsip-prinsip keadilan dan fitrah manusia, termasuk hubungan dan
transaksi dan pergaulan dengan yang bukan seagama.
Bergaul dan bermuamalah dengan non muslim yang bukan kafir
harbi adalah boleh. Boleh bekerja sama bisnis, kelembagaan, jasa, sosial
dan juga lainnya, tidak ada larangan sama sekali selama tidak saling
merugikan, apalagi rugi dari sisi agama.
Mengutip tafsir Ibnu Katsir, Tgk Jamaluddin menjelaskan,
“Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan (baik) dan berbuat adil
kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama
dan juga tidak menolong pihak lain mengusir wanita dan
orang-orang lemah, Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berbuat adil”.
Bahkan, katanya, saling memberi hadiahpun juga dibolehkan,
artinya umat Islam boleh memberi hadiah kepada non muslim, dan non muslim boleh
memberi hadiah kepada umat Islam.
Tgk Jamaluddin menjelaskan, hal lain
yang juga perlu dijaga oleh Islam terhadap umatnya, umpamanya melarang
mengikuti perilaku-perilaku yang tidak bermoral, seperti bergaul antara
laki-laki dan perempuan tanpa batas, berdua-duaan di tempat yang sunyi dan sampai
larut malam, memakai pakaian yang ketat, memakai tato, perayaan natal dan tahun
baru, memakai atribut-atribut khas agama mereka atau perilaku-perilaku yang
lainnya yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, maka perilaku tersebut
tergolong dalam kategori haram.
Kita dilarang mengikuti dengan
alasan demokrasi dan dasar toleransi. Sebab, Nabi Muhammad Saw
telah bersabda.
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.
Apalagi kalau ingin menikahi
satu sama lain diantara mereka, kawin beda agama juga sangat dilarang dalam
ajaran Islam. Berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 221.
"Tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir (walaupun lelaki ini ahli kitab) dan laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita kafir, kecuali wanita ahli kitab"
Hal lain yang juga sangat tegas pelarangannya bermu’amalah dengan non muslim adalah bertoleransi dalam hal akidah, hal ini secara tegas telah diisyaratkan dalam Alqur’an Surat Al-Kafirun.
Sementara itu, tambah Tgk
Jamaluddin, sikap dengan sesama muslim, haruslah selalu mengedepankan
musyawarah, tasamuh dan saling memahami, tidak boleh satu kelompok memaksakan
pemahamannya kepada kelompok lain, apalagi mengatakan pemahaman kamilah yang
paling tepat dan sesuai, dan pemahaman yang lain adalah keliru dan
salah.
Apalagi mendha’ifkan hadits-hadits yang yang telah dikuatkan oleh imam mazhab dan telah berlaku umum di suatu masyarakat, dan ini akan menjadi bola api yang terus menggelinding dan mengkhawatirkan.
Barangkali kaitan dengan
persoalan ini, yaitu bagaimana tawadhuknya ulama-ulama dahulu termasuk
Imam Hanafi.
Ketika beliau diminta pendapat oleh muridnya untuk memberi fatwa dalam suatu persoalan, beliau menjawab: “Ini pandanganku, ini pendapat yang terbaik menurut yang aku pahami, kalau ada pandangan yang lain yang lebih baik dari pendapatku, baik dari sisi hujjah maupun lainnya, kami dapat menerimanya”.
“Kalau
semua kelompok memiliki sifat merendah dan tawadhuknya seperti ini, maka kami
yakin gesekan-gesekan yang terjadi di masyarakat bahkan di kalangan
ilmuwan Aceh akan dapat dikurangi, tidak perlu ada lagi saling menghina dan
menuduh diantara umat Islam, karena hal itu akan melemahkan dan menghancurkan
umat Islam, sementara pihak lain akan menggunakan kesempatan dan mengambil
keuntungan dari perselisihan ini, “ pungkasnya.[*]/Ron