![]() |
| Siti Nurfaiza |
Oleh: Siti Nurfaiza (Mahasiswi PPKN FKIP USK)
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini, kewarganegaraan tidak lagi dapat dipahami hanya sebagai status hukum yang tertulis di kartu identitas, tetapi juga sebagai wujud tanggung jawab moral terhadap sesama dan negara. Teori T.H. Marshall menekankan bahwa kewarganegaraan memberikan hak-hak formal seperti hak sipil, hak politik, dan hak sosial. Namun, hak-hak tersebut tidak akan bermakna tanpa kesadaran moral dari warga negara untuk berpartisipasi aktif menjaga dan memperkuat kehidupan sosial.
Di sinilah relevansi teori Bryan S. Turner muncul. Turner menegaskan bahwa kewarganegaraan tidak hanya tentang hak yang diberikan negara, melainkan juga tanggung jawab moral dan sosial warga negara terhadap komunitasnya. Fenomena yang mencerminkan hal ini terlihat dari meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial—seperti gerakan peduli lingkungan, aksi donasi kemanusiaan, hingga kampanye digital melawan disinformasi. Kombinasi antara hak-hak formal sebagaimana dijelaskan oleh Marshall dan kesadaran moral sebagaimana ditekankan Turner memperlihatkan bentuk kewarganegaraan yang ideal di era modern, warga yang bukan hanya diakui secara hukum, tetapi juga berjiwa sosial, kritis, dan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa dan dunia.
Dalam buku The Rise and Fall of Citizenship (2024), Bryan S. Turner menjelaskan bahwa kewarganegaraan masa kini tidak cukup dipahami hanya sebagai status hukum atau kumpulan hak formal sebagaimana dikemukakan oleh T.H. Marshall. Tuner menekankan bahwa kewarganegaraan harus dipandang sebagai tanggung jawab moral dan sosial yang menuntut partisipasi aktif warga negara dalam menjaga keadilan, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama. Melalui pandangan ini, ia mendorong agar pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menekankan pengetahuan tentang hak dan kewajiban, tetapi juga membangun kesadaran etis dan tanggung jawab sosial sebagai inti dari praktik kewarganegaraan modern.
Di era globalisasi sekarang ini, banyaknya partisipasi pemuda yang tidak hanya bergabung dalam organisasi resmi, tapi aktif melakukan kegiatan sosial, seperti bakti sosial, pengajaran/les buat anak kurang mampu, atau gotong royong lingkungan. Ini menunjukkan bahwa mereka melihat menjadi warga negara juga berarti memberi kontribusi nyata dalam komunitas, bukan hanya menuntut hak. Masyarakat Indonesia, tidak hanya pemuda, sering kali terlibat dalam aksi sukarela atau solidaritas misalnya penggalangan dana untuk bencana, bantuan sosial, atau kegiatan kemanusiaan. Hal ini menunjukkan kewarganegaraan sebagai kewajiban moral membantu sesama, peduli terhadap kesulitan orang lain.
Survei-survei menunjukkan bahwa banyak warga (termasuk generasi muda) yang khawatir akan merosotnya sikap toleransi antar kelompok agama, suku, atau politik. Reaksi dan pernyataan keprihatinan seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak puas hanya dengan status hukum kewarganegaraan, tapi juga peduli terhadap kualitas hubungan sosial dan moral dalam masyarakat.
Teori mana yang lebih relevan di masa sekarang?
Pada abad ke-21, teori Marshall mulai menghadapi keterbatasan. Globalisasi, digitalisasi, arus informasi cepat, dan isu lintas negara menuntut warga negara untuk tidak hanya menuntut hak, tetapi juga aktif dalam tanggung jawab moral dan sosial. Di sinilah teori Bryan S. Turner menjadi lebih relevan. Turner memperluas konsep kewarganegaraan dari sekadar hak formal menjadi proses sosial dan identitas moral. Menurutnya, kewarganegaraan modern mencakup hak, tetapi juga menuntut warga negara untuk dapat berpartisipasi aktif dalam komunitas dan Masyarakat, untuk menjaga keadilan sosial dan demokrasi dan juga Peduli terhadap isu global seperti perubahan iklim, migrasi, dan ketidakadilan lintas negara.
Dengan kata lain, Turner melihat kewarganegaraan sebagai hak + tanggung jawab moral. Warga negara modern bukan lagi sekadar penerima hak dari negara, tetapi juga agen perubahan sosial yang kritis dan peduli. Di Indonesia, relevansi teori Turner terlihat jelas. Hak sipil, politik, dan sosial dari Marshall tetap penting sebagai fondasi, tetapi tantangan nyata hari ini menuntut warga negara untuk aktif menjaga demokrasi, melawan intoleransi, dan berperan dalam pembangunan sosial-ekonomi. Misalnya, generasi muda dapat memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan informasi benar, membangun komunitas sosial, dan mendorong keadilan sosial.
Singkatnya, teori Turner menawarkan kerangka kewarganegaraan yang relevan dengan tantangan abad ke-21 yaitu warga negara yang tidak hanya cerdas secara hukum dan politik, tetapi juga kritis, peduli, dan bertanggung jawab secara moral dan sosial baik di tingkat nasional maupun global. Sedangkan teori Marshall tetap penting sebagai fondasi hak formal, Turnerlah yang menjawab tuntutan modernitas.
Kenapa kedua teori ini relevan untuk dikaji?
Teori Bryan S. Turner relevan dikaji karena menjawab tantangan global dan lokal abad ke-21, mendorong partisipasi aktif serta tanggung jawab moral warga negara, dan memperluas pemahaman kewarganegaraan melampaui hak formal. Turner memberi kerangka berpikir kritis berbasis tanggung jawab sosial-moral yang penting diterapkan saat ini.
Sementara itu, teori T.H. Marshall tetap relevan karena memberi dasar hak formal warga negara (sipil, politik, dan sosial) yang menjadi fondasi masyarakat modern serta titik awal untuk memahami konsep kewarganegaraan yang lebih luas.
Sejauh mana kedua teori ini dapat mempengaruhi kehidupan Masyarakat?
Teori T.H. Marshall dan Bryan S. Turner secara nyata mempengaruhi kehidupan masyarakat dengan cara yang saling melengkapi. Marshall menekankan hak-hak formal warga negara—hak sipil, politik, dan sosial—sehingga menciptakan fondasi keamanan, kesejahteraan, dan partisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Sementara itu, Turner menekankan kewarganegaraan sebagai hak sekaligus tanggung jawab moral dan sosial, mendorong warga negara untuk aktif berperan, peduli terhadap keadilan sosial, dan menyelesaikan masalah masyarakat maupun isu global. Bersama-sama, kedua teori ini membentuk warga negara yang tidak hanya menikmati hak-haknya secara adil, tetapi juga bertanggung jawab, kritis, dan peduli, sehingga kehidupan masyarakat menjadi lebih adil, partisipatif, dan berdaya saing di tingkat lokal maupun global.
Kewarganegaraan bukan sekadar status hukum, melainkan perpaduan antara hak yang dijamin negara dan tanggung jawab moral warga. T.H. Marshall menekankan hak formal seperti hak sipil, politik, dan sosial sebagai fondasi keadilan dan partisipasi warga, sementara Bryan S. Turner menekankan kewarganegaraan sebagai hak sekaligus tanggung jawab sosial dan moral, termasuk partisipasi aktif dalam masyarakat dan kepedulian terhadap isu global. Dengan demikian, warga negara ideal adalah mereka yang memiliki hak yang dijamin sekaligus menjalankan tanggung jawab moral, sehingga mampu berperan aktif membangun masyarakat adil, peduli, dan kritis, baik di tingkat nasional maupun global.
Dalam konteks Indonesia, perpaduan gagasan Marshall dan Turner memberi makna mendalam. Negara memang wajib menjamin hak-hak dasar warganya, tetapi warga juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga demokrasi, melawan intoleransi, dan berperan aktif membangun keadilan sosial. Kewarganegaraan bukan hanya tentang hak yang diterima, tetapi juga tentang kesadaran untuk memberi kontribusi nyata bagi bangsa dan dunia. Di tengah derasnya arus informasi dan tantangan global, kita perlu menumbuhkan generasi warga negara yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kritis, peduli, dan berintegritas.
