Iklan

Iklan

Fenomena Fatherless Sebagai Tantangan Dakwah Keluarga Muslim di Era Modern

10/22/25, 22:49 WIB Last Updated 2025-10-22T16:02:05Z


Banda Aceh- Ayah tidak hanya dibutuhkan untuk hadir di rumah, tetapi juga untuk hadir di hati anak-anaknya. Di tengah kemajuan zaman yang serba cepat, ada satu krisis yang sering luput dari sorotan publik, yaitu krisis kehadiran ayah. Banyak keluarga Muslim yang secara lahiriah lengkap, tetapi sesungguhnya kehilangan figur penting dalam proses tumbuhnya anak: sosok ayah yang hadir secara emosional, spiritual, dan dakwah.


Fenomena ini dikenal dengan istilah fatherless, sebuah istilah yang menggambarkan anak yang tumbuh tanpa peran dan kehangatan figur ayah, baik karena perceraian, kesibukan kerja, migrasi, maupun jarak emosional dalam rumah tangga.


Indonesia termasuk negara dengan tingkat fatherless tertinggi di Asia. Data State of The World’s Fathers (2023) dan laporan beberapa lembaga perlindungan anak menunjukkan bahwa sekitar 60–70% anak di Indonesia mengalami minimnya keterlibatan ayah dalam kehidupan mereka. Ironisnya, sebagian besar dari ayah tersebut sebenarnya masih hidup serumah dengan keluarga, namun tidak benar-benar hadir dalam komunikasi, pendidikan, maupun perhatian terhadap perkembangan anak.


Tekanan ekonomi, gaya hidup modern, dan budaya “ayah sebagai pencari nafkah semata” membuat peran spiritual dan dakwah ayah nyaris terpinggirkan. Padahal dalam pandangan Islam, ayah bukan hanya pemimpin rumah tangga, tetapi juga pendidik pertama dan teladan akhlak bagi anak-anaknya.


📖 Pandangan Islam: Ayah Sebagai Pendidik dan Da’i Keluarga

Islam menempatkan ayah sebagai qawwam, pemimpin, pelindung, sekaligus pembimbing bagi keluarganya. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Tahrim ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”


Ayat ini bukan sekadar perintah menjaga, tapi juga ajakan berdakwah di dalam rumah sendiri. Ayah menjadi figur penting dalam membentuk keimanan anak, menanamkan nilai tauhid, serta mengajarkan disiplin ibadah dan akhlak. Contoh terbaik dapat dilihat dari Surah Luqman ayat 12–19, dimana Luqman menasihati anaknya dengan penuh kasih dan kebijaksanaan.


“Wahai anakku, dirikanlah shalat, suruhlah manusia berbuat baik, cegahlah dari kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpamu...” (Luqman: 17)


Nasihat Luqman menunjukkan model dakwah keluarga yang ideal, lembut, logis, dan penuh cinta. Inilah teladan komunikasi fatherly dalam Islam: bukan otoriter, tapi mendidik dengan hikmah dan keteladanan.


🌱 Dampak Fatherless terhadap Anak dan Dakwah Keluarga

Ketiadaan figur ayah menimbulkan efek domino yang panjang. Anak yang tumbuh tanpa kedekatan dengan ayah cenderung:


Ø  Mengalami krisis identitas dan kesulitan membentuk karakter.

Ø  Lebih mudah terpengaruh pergaulan negatif.

Ø  Kekurangan rasa aman dan kepercayaan diri.

Ø  Kurang memiliki teladan tanggung jawab dan ketegasan moral.


Dalam konteks dakwah, fatherless berarti melemahnya benteng pertama umat Islam, yaitu keluarga. Ketika ayah tidak lagi aktif berdakwah di rumah, maka nilai iman, akhlak, dan tanggung jawab sosial anak mudah tergerus oleh arus budaya global yang serba bebas.


Fenomena ini tidak bisa hanya disesali. Dakwah perlu hadir untuk membangkitkan kembali kesadaran ayah Muslim agar memahami pentingnya kehadiran mereka di tengah keluarga. Beberapa langkah nyata yang bisa dilakukan antara lain:


1. Dakwah berbasis keluarga: Lembaga dakwah perlu menekankan tema ayah sebagai da’i pertama di rumah.

2. Kelas parenting Islami untuk ayah: Masjid dan komunitas dakwah bisa menjadi ruang edukasi bagi para ayah muda.

3. Kampanye digital tentang ayah dan spiritualitas: Gunakan media sosial untuk menyebarkan inspirasi tentang pentingnya ayah yang hadir, mendidik, dan beriman.

4. Keteladanan: Dakwah paling efektif bukan dari mimbar, tetapi dari perilaku. Seorang ayah yang rajin salat, sabar, dan penyayang adalah bentuk dakwah yang paling hidup di mata anaknya.


Kehadiran ayah bukan hanya soal fisik, tetapi tentang ruh tanggung jawab dan kasih sayang. Dalam keluarga Muslim, ayah adalah jantung kepemimpinan, ia membimbing, menasihati, dan menjadi cahaya dalam perjalanan spiritual anak-anaknya. Maka, fatherless bukan hanya masalah keluarga, melainkan tanda lemahnya dakwah di rumah. Sudah saatnya dakwah modern tidak hanya berbicara tentang masjid dan media, tetapi juga tentang bagaimana menghadirkan kembali peran ayah sebagai pendidik, imam, dan teladan kehidupan. (Aida Rizkany Ash-Shofa)


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Fenomena Fatherless Sebagai Tantangan Dakwah Keluarga Muslim di Era Modern

Terkini

Topik Populer

Iklan