![]() |
Ilustrasi. (Foto:iStok) |
Seiring dengan perkembangan era digital, teknologi semakin canggih dan menghadirkan berbagai inovasi yang mengubah cara manusia mengakses dan mengelola informasi.
Salah satu inovasi yang paling menonjol dalam beberapa tahun terakhir adalah kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
AI telah merambah ke berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia pendidikan dan literasi, serta menawarkan banyak kemudahan dalam memperoleh informasi.
Keberadaan AI, seseorang kini dapat dengan cepat dan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan hanya dengan mengetikkan pertanyaan atau kata kunci tertentu.
Kemudahan yang ditawarkan AI tentunya menjadi solusi praktis di tengah tuntutan zaman yang serba cepat.
Banyak orang, termasuk pelajar dan mahasiswa, kini lebih memilih menggunakan AI untuk mencari referensi atau jawaban atas pertanyaan mereka, daripada membuka dan membaca buku secara manual. Hal ini disebabkan oleh efisiensi waktu serta biaya yang dapat ditekan, mengingat sebagian besar platform berbasis AI dapat diakses secara gratis atau dengan biaya yang sangat rendah.
Namun, di balik berbagai kemudahan yang ditawarkan, ketergantungan pada AI juga menimbulkan sejumlah kekhawatiran.
Penggunaan AI secara terus-menerus tanpa disertai literasi informasi yang memadai dapat mengikis kemampuan berpikir kritis, mengurangi kemauan untuk melakukan riset mendalam, dan menumbuhkan sifat malas dalam mencari sumber informasi yang valid.
Ketika seseorang terlalu bergantung pada hasil instan yang diberikan oleh AI, ada risiko besar, bahwa informasi yang diperoleh tidak bersumber dari referensi yang kredibel, yang pada akhirnya dapat berujung pada terjadinya plagiarisme dan penurunan kualitas pemahaman.
Selain itu, penggunaan AI dalam jangka panjang juga berpotensi menurunkan minat terhadap buku fisik.
Buku sebagai media literasi tradisional mulai kehilangan tempat di hati banyak orang, padahal buku fisik memiliki nilai yang tidak tergantikan.
Buku bukan hanya sekadar kumpulan informasi, tetapi juga menyimpan nilai historis, intelektual, dan emosional yang kuat.
Membaca buku fisik dapat menciptakan pengalaman yang lebih dalam, karena mengharuskan pembaca untuk fokus, sabar, dan memahami isi bacaan secara menyeluruh.
Dari sudut pandang psikologis, aktivitas membaca buku cetak terbukti dapat meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan pemahaman terhadap materi yang dibaca.
Oleh karena itu, meskipun AI merupakan inovasi yang memberikan kemudahan dengan kebutuhan zaman, penggunaannya tetap harus diimbangi dengan kebiasaan membaca buku secara konvensional.
AI sebaiknya dijadikan sebagai alat bantu untuk mempercepat proses belajar dan mencari informasi, bukan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
Keseimbangan antara teknologi dan literasi konvensional sangat penting agar generasi masa kini tidak hanya cepat dalam memperoleh informasi, tetapi juga memiliki kedalaman pemahaman dan sikap kritis dalam menyerap ilmu pengetahuan. [Nur Khaidar]