WASATHA.COM Banda Aceh - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh menggelar pelatihan terhadap paralegal komunitas di Hotel Kyriad, Kota Banda Aceh, Selasa (13/10/2020).
Paralegal komunitas ini merupakan perwakilan dari setiap gampong di Kota Banda Aceh untuk melakukan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Kepala DP3AP2KB Cut Azharida, SH mengatakan, kegiatan ini merupakan pembinaan lanjutan yang pernah dilakukan pada tahun 2019 lalu yang diikuti 60 paralegal dari sembilan kecamatan.
“Karena keterbatasan kita anggaran dan kondisi harus kita batasi jadi tahun ini ditunjuklah dua kecamatan, Kecamatan Lueng Bata dan Kuta Alam dengan jumlah pesertanya ada 40 orang,” katanya.
Ia menjelaskan tujuan dari kegiatan ini yaitu meningkatkan kapasitas paralegal terkait keterampilan dalam mengidentifikasi jenis kasus dan penanganannya. Kemudian juga pelayanan pertama terhadap korban kekerasan.
“Bagaimana memberikan pelayanan dan pendampingan tahap awal kepada korban yang baru saja mengalami kekerasan, jadi kepekaan mereka juga dilatih,” jelasnya.
“Diharapkan mampu melakukan pendampingan tahap awal, setelah pendampingan mereka juga diharapkan mampu menentukan mekanisme rujukan. Misalnya untuk korban yang mengalami trauma psikis, maka dia harus mencari bantuan psikolog,” lanjutnya.
Menurutnya, ini kegiatan ini merupakan salah satu misi Wali Kota Banda Aceh dalam upaya memperkuat pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Risda Zuraida, SE menyebutkan kegiatan ini akan dipandu oleh fasilitator dan narasumber dari DP3A Aceh, UPTD PPA Rumoh Putroe Aceh, Kejaksaan Negeri Kota Banda Aceh dan DP3AP2KB Kota Banda Aceh.
Lebih lanjut ia jelaskan dasar pelaksanaan kegiatan ini merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 14 dan pasal 15 juga Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 72 tentang partisipasi masyarakat serta Peraturan Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum.
“Jadi memang secara aturan mandat dan regulasi sudah sangat kuat untuk melibatkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak,” jelasnya. [ ]