WASATHA.COM - Tel Aviv – Yahudi Ultra-Ortodoks di Israel menolak peraturan penguncian penuh (lock down), yang diberlakukan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinetnya.
Netanyahu pada Sabtu (5/9) mengumumkan jam malam akan dimulai di 40 kota-kota yang dikategorikan “merah” di Israel, selain menutup sekolah dan membatasi pertemuan di daerah tersebut, MEMO melaporkan.
Sementara itu, Haaretz juga melaporkan, setelah protes oleh para rabi, Netanyahu mengatakan kepada para menteri ultra-Ortodoks, termasuk Menteri Dalam Negeri Arye Dery dan Yaakov Litzman, bahwa sinagog akan tetap buka selama hari raya Yahudi yang akan datang bahkan jika penguncian diberlakukan.
Tindakan itu kemudian memuai kritik dari beberapa pejabat Israel.
Wakil Menteri Kesehatan Yoav Kish mengatakan kepada Radio Kan, semua bagian dari populasi memiliki pandangan mereka sendiri dan memberikan tekanan pada pejabat terpilih.
“Setiap partai memiliki konstituennya sendiri dan kami harus membayar harga untuk partai kami tanpa melanggar keseimbangan kesehatan,” ujarnya.
Mengomentari tindakan Netanyahu, Ketua Meretz, Tamar Zandberg mengatakan hal itu “lebih dari sekadar” politik.
“Lelucon dari kota-kota ‘merah’ adalah bukti lebih lanjut bahwa perdana menteri yang dituduh melakukan suap tidak mampu memenuhi perannya. Netanyahu membutuhkan aliansi ini [dengan partai ultra-Ortodoks] untuk mendapatkan kekebalan dari keadilan, dan kita semua akan membayar harga dalam kesehatan dan kehidupan,” katanya.
“Hal terburuk adalah keragu-raguan, dan tindakan dari tekanan politik yang menjadi ciri pemerintahan default Netanyahu dalam setiap masalah, dan dalam masalah ini juga,” kata Mantan Ketua Komite Penanganan Virus Corona.
Sementara itu, Haaretz melaporkan Avigdor Lieberman, ketua partai Yisrael Beiteinu, mengatakan semua rakyat Israel adalah “sandera” karena kemarahan dari partai Ultra-Ortodoks
“Netanyahu tidak takut pada Tuhan tapi takut pada perwakilannya di Knesset,” ujarnya. (Mi'raj News Agency)