WASATHA.COM, DUBAI - Astronot Muslim, Hazza Al Mansoori, akan menjadi astronot Uni Emirat Arab dan Arab pertama yang melakukan perjalanan ke luar angkasa pada 25 September 2019 nanti. Ia juga akan dapat menikmati makanan halal yang disediakan oleh Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
“Hidangan halal yang cukup untuk perjalanan delapan hari diharapkan siap pada pertengahan Agustus. Makanan kaleng tersebut diantaranya, balaleet, bihun manis, saluna ikan asam dan madrouba, ” kata pernyataan perusahaan Rusia, ‘Space Food Laboratory’, yang secara khusus memproduksi makanan astronot, demikian dikutip dari Aboutislam, Senin (8/7).
Al Mansoori dan dua rekannya dari ‘Ekspedisi ISS 61’ akan dilibatkan dalam pengamatan Bumi, pengalaman pencitraan, berkomunikasi dengan stasiun bumi, berbagi informasi dan mendokumentasikan data biologis yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari para astronot di ISS.
Al Mansoori akan menjadi astronot Muslim ke-6 yang mengunjungi ISS dan Muslim ke-11 berada di luar angkasa. Mantan pilot militer UEA juga akan memberikan tur pengantar ISS dalam bahasa Arab.
Pria berusia 31 tahun tersebut akan meluncurkan misi Soyuz MS-15 di atas kapal yang akan ditemani kosmonot Rusia, Oleg Skripochka dan astronot Amerika Jessica Meir.
Misi ini akan diluncurkan dari pelabuhan antariksa pertama dan terbesar di dunia, Baikonur Cosmodrome, yang terletak di negara Muslim Kazakhstan.
Selain Al Mansoori, Muslim lain dalam misi ini adalah Sultan Niyadi, seorang insinyur telekomunikasi di Mohammed Bin Rashid Space Center (MBRSC), yang merupakan salah satu dari tiga individu kru cadangan Soyuz MS-15.
ISS adalah stasiun ruang angkasa ke-9 yang bekerja sebagai satelit buatan yang dapat dihuni di orbit Bumi yang rendah. Ini adalah proyek bersama antara NASA, Roscosmos, ESA, JAXA Jepang, dan CSA Kanada, sementara kepemilikan dan penggunaannya ditetapkan oleh perjanjian dan perjanjian antar pemerintah.
Stasiun ini berfungsi sebagai laboratorium penelitian gaya berat mikro dan lingkungan luar angkasa, tempat anggota kru melakukan percobaan dalam biologi, biologi manusia, fisika, astronomi, meteorologi, dan bidang lainnya.
Stasiun berusia 21 tahun tersebut juga cocok untuk pengujian sistem dan peralatan pesawat ruang angkasa yang diperlukan untuk misi ke Bulan dan Mars.
Kehadiran Muslim di luar angkasa sampai sekarang masih menjadi perbincangan, terutama aktivitas ibadah yang wajib dikerjakan seperti, sholat dan yang lainnya.
Ada beberapa upaya oleh badan antariksa negara-negara Muslim untuk mengatasi masalah ibadah bagi astronot Muslim di ruang angkasa.
Misalnya, Badan Antariksa Nasional Malaysia (ANGKASA) mensponsori konferensi 150 ilmuwan dan cendekiawan agama Islam untuk membahas masalah bagaimana kiblat harus ditentukan ketika seseorang berada di orbit.
Konferensi yang diadakan pada bulan April 2006, menyimpulkan bahwa astronot harus menentukan lokasi kiblat “sesuai dengan kemampuan (mereka)”.
Bersamaan dengan hasil konferensi, sebuah dokumen diproduksi pada awal 2007 berjudul: “Pedoman Melakukan Ibadah di ISS” telah disetujui oleh Dewan Fatwa Nasional Malaysia.
Dokumen tersebut berfokus pada aspek-aspek terperinci tentang sholat, puasa, dan wudhu di samping ritual Islam lainnya yang harus dilakukan oleh astronot Muslim di ruang angkasa setiap hari. []
Sumber: Mi’raj News Agency (MINA)