Suasana mahasiswa teknik pertambangan unsyiah adakan kajian perizinan PT. EMM, Banda Aceh, 16/4/2019. (Foto: Maulana Arifan) |
WASATHA.COM, Banda Aceh - Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertambangan (HTMP) Unsyiah telah melakukan kajian tentang
masalah perizinan PT. Emas Mineral Murni (EMM) di Gedung Sekretariat Himpuan
Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTP) Unsyiah, Banda Aceh (16/4/2019).
Kajian tersebut
melibatkan banyak pihak mulai dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Aceh, akademisi, mahasiswa, dan alumni teknik pertambangan Unsyiah. Kajian yang
dilakukan selama 5 hari tersebut, terhitung sejak tangaal 11 hingga 15 April
kemarin berhasil mengeluarkan beberapa butir penyataan mengenai perizinan
tambang emas yang sebelumnya dinilai telah melanggar aturan itu.
Salah satu butir
pernyataan adalah terjadi kesalahpahaman terhadap izin tambang yang dikeluarkan
oleh pusat. Menurutnya, belum diaturnya perihal Penanaman Modal Asing (PMA) di
dalam UUPA dan Qanun Aceh No 15 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan
Mineral dan Batu bara menyebabkan kerancuan pada proses perizinan PT. EMM.
Namun, PT. EMM telah melakukan proses perizinan dalam prosedur yang berlaku
secara nasional sesuai dengan peraturan pemerintah (Permen) ESDM No 11 tahun 2018 tentang Tata Cara
Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Usaha Pertambangan Mineral dan
Batu bara pasal 58.
Menurut hasil kajian
itu juga, bahwa sejatinya tidak semua usaha pertambangan bisa mengakibatkan
keburukan bagi masyarakat, selama usaha tersebut dilakukan secara baik dan
benar sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku. Hal ini tentu bertolak
belakang dengan pernyataan mahasiswa yang menamakan diri sebagai Barisan Pemuda
Aceh (BPA) saat melakukan aksi beberapa hari yang lalu, tersebut salah satu
pernyataan di poin ke-7 pada angka I yang menyatakan bahwa tidak satupun
tambang di dunia yang ramah lingkungan, sebaliknya kehadiran tambang akan
terjadi kemiskinan, perburuhan, konfilk sosial, hilang budaya local,
pelanggaran HAM, dan terjadinya bencana ekologi.
Mereka juga mengenalkan
sistem Good Mining Practice, yaitu
kegiatan pertambangan yang menaati aturan, terencana dengan baik, menerapkan
teknologi yang sesuai yang berlandaskan pada efektifitas dan efisiensi,
melakukan konservasi bahan galian, mengendalikan dan memelihara fungsi
lingkungan, menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, mengakomodir keinginan
dan partisipasi masyarakat, menghasilkan nilai tambah, meningkatkan kemampuan
dan kesejahteraan masyarakat sekitar serta menciptakan pembangunan yang
berkelanjutan.
Oleh karena itu, bagi
mereka selama usaha pertambangan dilakukan dengan mengadopsi sistem Good Mining Practice tersebut, maka
dijamin tidak akan terjadi kesenjangan dalam masyarakat. Apalagi yang menurut
data statistic Aceh merupakan
provinsi termiskin kedua di Sumatra, maka tentu dengan kehadiran tambang akan
meningkatkan ekonomi di Aceh serta menambah lapanan kerja yang baru yang cukup
luas. [Maulana Arifan].