T Lembong Misbah
DISKUSI merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk bertukar pikiran atau gagasan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan untuk mendapat kesepakatan atau kesepahaman gagasan atau pendapat. Selain itu, diskusi juga dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengalaman.
Kegiatan diskusi di dalamnya senantiasa menarasikan kebenaran agar tersingkap simpul persoalan yang membelit.
Menarasikan kebenaran tentunya dipandang sebagai kegiatan sangat berguna dalam membangun peradaban dan kemajuan manusia.
Namun ada banyak kasus yang dijumpai narasi kebenaran yang dipakai dalam diskusi bukanlah narasi berdasarkan cinta terhadap kebenaran itu, akan tetapi narasi yang bersifat subjektif dan pragmatis.
Narasi kebenaran subjektif dan pragmatis ini adalah model narasi yang dipakai oleh iblis, saat berdiskusi dengan sang Khalik.
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Iblis menjawab "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah."
Keengganan Iblis untuk bersujud karena merasa lebih mulia dari Adam merupakan narasi pembenaran yang bersifat subjektif dan pragmatis. Di mana klaim api lebih baik dari tanah adalah justifikasi yang tendensius dan sarat kepentingan. Sebab penilaian itu dilakukan sepihak oleh Iblis tanpa mempertimbangkan sosok Adam secara objektif, dibalik itu sebenarnya Iblis hanya tidak rela jika Adam dijadikan Allah sebagai makhluk yang paling mulia dari dirinya.
Narasi pembenaran yang dibangun iblis di atas, kadangkala muncul dalam diskusi-diskusi di forum ilmiah. Acapkali dijumpai ada orang bersitegang leher memaksakan kebenaran yang dipikirkannya dan menolak semua argumen kebenaran yang dimajukan oleh orang lain. Baginya tidak ada kebenaran selain kebenaran yang ia pahami, di luar pemahamannya dianggap salah dan bahkan dituduh sesat.
Sayangnya seseorang yang bersikap keras dalam mempertahankan pendapatnya kerap bukan didasari oleh kecintaannya pada kebenaran, tapi lebih disebabkan oleh kepentingan pragmatis yang tersembunyi.
Semangat diskusi semacam itu tentu tidak akan pernah menemukan kebenaran. Hal itu hanyalah adegan yang mempertontonkan ego, kesombongan dan kepentingan pragmatis sebagaimana Iblis yang berani merendahkan Adam untuk meraih kemuliaan dirinya.
Diskusi yang sejatinya menemukan jalan terang berubah menjadi jalan gelap. Alih-alih menyelesaikan masalah malahan menambah masalah.
Ironisnya ada banyak diskusi yang bertemakan agama ternyata juga menggunakan narasi kebenaran yang diperlihatkan Iblis. Diskusi keagamaan acapkali dimaknai seperti adu ketangkasan yang mengharuskan ada kalah dan menang.
Pendapat kelompok lain sekalipun referensi dari sumber terpercaya dipelintir dan disalahkan, sebab sebagaimana Iblis seakan mengakui kelebihan orang lain adalah kehinaan padahal mengakui kelebihan orang lain adalah salah satu sikap orang besar dan mulia.
Kadang cukup disayangkan, dalam banyak kasus kegiatan diskusi berakhir dengan ricuh dan gaduh. Suara-suara sumbang menggema, nalar kebenaran dibenamkan, nalar kepentingan ditonjolkan, yang baik dikatakan buruk dan yang buruk dipoles jadi kebaikan. Bila terjadi seperti ini boleh jadi manusia telah lebih jelek dari Iblis.
Secara kontekstual Iblis sebenarnya sangat paham dengan pertanyaan yang dimajukan oleh Allah, akan tetapi karena rasa sombong dan congkak yang menggelegak dalam hati Iblis sehingga mata hatinya tertutup dari kebenaran.
Karena itu, Iblis akhirnya digelari sebagai makhluk terkutuk. Artinya, manusia juga bisa akan jadi makhluk terkutuk bila mengikuti sikap-sikap yang diperlihatkan Iblis, salah satunya adalah punya sikap sombong, congkak, klaim kebenaran sepihak dan menafikan kebenaran dari orang lain.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. (QS. An-Nuur [24]: 21).
Dalam ayat yang lain Allah menyebut bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS. Al-'An`am [6] : 14).
Seyogyanya jika setan sebagai musuh maka jangan memberi ruang sedikitpun padanya untuk mencelakakan kita, termasuk tidak menggunakan narasi kebenaran iblis dalam kegiatan diskusi dengan siapapun.
***
T Lembong Misbah, adalah Wakil Dekan Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.