Bahron Ansori
ADA yang gagal faham akhir-akhir
ini dalam memahami makna amar makruf nahi munkar dan radikalisme. Seolah
keduanya seperti dua sisi mata uang. Padahal, sangat jelas perbedaannya. Nahi
munkar istilah langsung dari al Qur’an yang sudah baku dan mempunyai makna kuat
bagi seorang muslim, dan tidak akan pernah melekat pada umat selain Islam.
Bahkan keistimewaan umat Islam
justru dicirikan dengan adanya sifat amar makruf nahi mungkar itu. Banyak ayat
yangmenyebut tentang amar makruf nahi mungkar dan menggandengkannya dengan
sifat-sifat kaum Muslim.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Qs.Ali
Imron : 110).
Menurut mufasir al-Qasimi, sifat amar makruf nahi mungkar
menjadi keutamaan yang Allah berikan kepada umat Islam, dan tidak diberikan
kepada umat lain (Al-Qasimi, Mukhtashar Min Mahâsini at-Ta‘wîl,
hlm. 64, Dar an-Nafa’is).
Yang disebut dengan makruf menurut syariat adalah setiap itikad
(keyakinan), perbuatan (amal), perkataan (qawl), atau isyarat yang telah
diakui oleh as-Syari‘ Yang
Mahabijaksana dan diperintahkan sebagai bentuk kewajiban (wujub) maupun dorongan (nadb).
(Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Amar Ma‘ruf Nahi Munkar, hlm. 19,
Darul Furqan).
Karena itu, amar makruf nahi
munkar adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim, terlepas
dengan cara apa mereka melakukan amar makruf nahi munkar itu, selama itu cara
yang dibolehkan. Yang jelas amar makruf dan nahi munkar adalah amal bernilai tinggi
di sisi Allah Ta’ala.
Allah membedakan kaum mukminin dan munafiqin dengan amar makruf
nahi munkar itu. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakatdan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat olehAllah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Qs.
At-Taubah: 71).
Terkait kedua ayat di atas, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan, umat
Islam adalah umat terbaik bagi segenap manusia. Umat yang paling memberi
manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh
urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar makruf nahi mungkar. Mereka
tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka.
Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak memerintahkan
setiap orang kepada semua perkara yang makruf (kebaikan) dan melarang semua
kemungkaran.”
Jika makna amar makruf itu adalah
bagian dari amal kebaikan dan wasilah untuk mengangkat derajat umat Islam menjadi
umat terbaik, lalu bagaimana mungkin bisa dikatakan sama dengan radikal? Jelas
sangat ironis jika makna nahi munkar disamakan dengan radikal.
Makna Radikal
Beberapa waktu lalu, Wakil
Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi temuan Badan Intelijen Negara (BIN) yang
menyebut ada 51penceramah yang menyebarkan paham radikal di 41 masjid. JK
meminta semua pihakuntuk membedakan materi penceramah yang menyampaikan amar
makruf nahi munkar dan materi yang dinilai radikal.
“Berita minggu ini, banyaknya
masjid yang terpapar radikalisme. Mulanya saya terkejut, saya pikir terkapar
begitu kan, ternyata terpapar, saya pikir apa artinya terpapar, terpapar
paparan ini identifikasi (radikal),” kata JK saat memberi sambutan di acara
pembukaan Rakernas DMI, di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta
Pusat, Jumat (23/11/2018).
JK melanjutkan, masjid terpapar radikal adalah masjid di mana ada khatib atau penceramah yang banyak menyampaikan materi radikal. “Cuma saya bilang, bedakan antara radikal dan amar makruf nahi munkar. Jangan-jangan dia bicara amar makruf nahi mungkar, karena kita tidak senang, dikritik, dia dikatakan radikal,tidak,” ujarnya. (detik.com).
JK melanjutkan, masjid terpapar radikal adalah masjid di mana ada khatib atau penceramah yang banyak menyampaikan materi radikal. “Cuma saya bilang, bedakan antara radikal dan amar makruf nahi munkar. Jangan-jangan dia bicara amar makruf nahi mungkar, karena kita tidak senang, dikritik, dia dikatakan radikal,tidak,” ujarnya. (detik.com).
Kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar.
Dalam kamus, kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap
politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam
berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008).
Jika dikembalikan kata radikal
kepada pengertian asalnya, maka radikal adalah sebuah kata yang bersifat
‘netral’, tidak condong kepada sesuatu yang bermakna positif atau negatif.
Positif atau negatif tergantung dengan apa kata radikal itu dipasangkan.
Jika ada ungkapan kata “Muslim
Radikal”, artinya adalah seorang muslim yang sangat memegang prinsip hidupnya
sesuai dengan keyakinannya yakni agama Islam. Keyakinan, ucapan dan perbuatan
semuanya dikembalikan kepada dienul Islam sebagai bentuk prinsip hidupnya.
Begitulah semestinya seorang muslim menjalankan kehidupannya.
Namun, makna radikalmenjadi bias
ketika harus dikaitkan dengan hal yang negatif. Seolah menjadi alat, maka
lahirlah stempel Islam Radikal, Muslim Radikal. Padahal makna sebenarnya dari
Muslim Radikal adalah orang yang sangat memegang teguh nilai-nilai agamanya.
Pertanyaannya? Adakah seorang Muslim yang begitu teguh memegang erat prinsif
agamanya akan melakukan tindakan terorisme?
Bisa dipastikan, seorang Muslim yang
mengamalkan syariat Islam secara menyeluruh dan mendasar, maka tidak akan
mungkin melakukan radikalisme seperti yang disebarluaskan oleh media-media barat
untuk menyudutkan Islam. Jadi jelas, nahi munkar bukan radikal!