T. Lembong Misbah |
BERJUANG dan berkorbanlah pada setiap kebajikan, niscaya semua perjuangan dan pengorbanan
yang tulus itu akan Allah bayar lunas dengan harga yang sangat pantas.
Esensi
hidup adalah perjuangan dan pengorbanan tanpa itu semua sulit meraih kesuksesan
dan kebahagiaan.
Seorang abang yang begitu sayang pada adiknya. Sejak ditinggal
kedua orang tua mereka maka tanggung jawab penuh dipikul oleh sang abang. Pekerjaan
sang abang hanyalah sebagai pekerja serabutan, terkadang sebagai kuli bangunan,
buruh bongkar muat, dan pekerjaan halal lainnya yang dapat menghasilkan uang.
Ia
rela bertungkus lumus dengan dinginnya malam dan teriknya mata hari di kala
siang, demi memperjuangkan keberlanjutan studi adiknya dan juga memenuhi
tanggungjawab pada kebutuhan anak dan istrinya.
Berkat kerja keras dan pengorbanan sang abang yang bertungkus lumus
itu, akhirnya si adik lulus kuliah dengan prediket cumlaude dan langsung
dipinang oleh satu perusahaan ternama untuk menjadi karyawan tetapnya.
Suatu ketika di ujung telepon sang abang menghubungi si adik dan
mengabarkan bahwa anak sang abang sedang
dirawat di rumah sakit dan membutuhkan uang perawatan 5 juta rupiah.
“Masya Allah,
wahai abang jangan pikirkan tentang dana, InsyaAllah aku akan menanggung berapapun
biayanya” jawab si adik dengan sangat meyakinkan.
“Terima kasih, dek, jawab si
abang dengan lelehan air mata haru akan perhatian si adik pada dirinya.
Barangkali dalam kaca mata pikir sadar kita, kebaikan si adik yang
rela menanggung biaya pengobatan keponakannya adalah sesuatu yang sangat wajar,
mengingat perjuangan dan pengorbanan sang abang sebelumnya yang tidak dapat dihitung
dengan angka-angka.
Rasanya jika si adik tidak mau memberi perhatian lebih pada
sang abang, barangkali hati bening kita berujar “dasar adik tidak tahu diri, orang
seperti kacang lupa pada kulitnya dan ungkapan cemoohan lainnya dengan nada
sumir.
Begitulah! Kadangkala manusia amat renyah mengata-ngatai siapa saja
yang dianggap tidak pandai membalas budi baik orang lain, namun kerap ia tidak
sadar akan dirinya yang lupa dengan segala kebaikan yang Allah curahkan
kepadanya.
Bukankah Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat
yang banyak” (Q.S. at-Takatsur: 1). Artinya nikmat yang banyak itu sejatinya
dipahami sebagai anugerah Allah agar selalu memancarkan kebajikan. Karenanya Allah
meminta: “ maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.” (Q.S.
at-Takatsur: 2).
Dari ayat di atas dapat dimengerti, bahwa bagi mereka yang enggan
menunaikan shalat dan berqurban, tentunya lebih layak disebut manusia yang
benar-benar tidak tahu diri, sebab bila dihitung-hitung antara nikmat yang
Allah anugerahkan kepada manusia dengan pengorbanan yang diberikan kepada sang
Khaliq tentu sangat tidak sebanding.
Bila si adik begitu ikhlas menanggung segala biaya rumah sakit
ponakannya, sejatinya kita rela bertungkus lumus mengurbankan sebagian yang
dipunyai untuk sang Khaliq, terutama pada Idul Qurban yang Allah wajibkan
kepada setiap muslim yang mampu untuk menyembelih seekor domba qurban dengan
kisaran harga hanya antara 2-3 juta rupiah saja.
[T. Lembong Misbah, adalah Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dan Kerjasama, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Ar-Raniry]