BERBICARA mengenai
pedesaan, maka alam, budaya, religi dan banyak hal lainnya yang bisa menjadi aspek
yang perlu dieksplor.
Begitu pula di Lambaro Angan, sebuah kampung yang
memiliki topografi wilayah persawahan. Bahkan ketika kita berada di penghujung
kampung, kita dapat menyaksikan hamparan sawah luas nan indah.
Desa Lambaro Angan terletak di kecamatan Darussalam,
Kabupaten Aceh Besar, Provonsi Aceh. Desa ini dengan jarak 4 KM dari pusat
kecamatan. Desa ini dikenal dengan sosial yang masih sangat kental dan
keakraban sesama warga bahkan dengan kampung tetangga sangat dijaga.
1. Keindahan Bukit Cot
Ma A
Di desa ini juga terdapat bukit yang disebut dengan “Cot Ma A”. Keindahan yang luar biasa
seakan seperti permandani yang terlerai di istana raja. Begitulah yang dapat
kita saksikan dari atas bukit Cot Ma A.
Dari atas bukit kita dapat meilihat tanaman padi yang
tumbuh subur, hamparan sawah yang luas akan terlihat berbaris rapi dan memanjakan
mata. Selain hamparan padi, kita dapat melihat deretan pohon asam jawa yang
terletak di bukit dengan usianya mungkin sudah dari jaman Belanda dulu.
Sebagai desa yang terletak jauh dari pusat ibu kota,
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani menyebabkan kehidupan
masyarakatnya masih relatif sederhana. kesederhanaan itu terlihat dari
kebiasaan yang masih sering dilakukan seperti “kenduri Tgk. Pu’uk”, “kenduri
blang”, “woet kanji” (buat kolak).
2. Kenduri Tgk. Pu’uk
Kenduri Tgk Pu’uk merupakan salah satu kegiatan adat
masyarakat Lambaro Angan, yang dilaksanakan setiap tahun disaat masyarakat hendak memulai turun
membajak sawah.
Maka sebelum pembajakan para petani melakukan kenduri Tgk Pu’uk sebagai pertanda
syukur kepada Allah Swt. Masyarakat membawa makanan mentah dan masak bersama
disana. Setelah makanan dihidangkan, mereka duduk berkumpul laksana seperti bulatan
lingkaran disamping makam Tgk Di Pu’uk
untuk doa bersama yang dipimpim oleh Imum Chiek gampong.
Selesai doa baru mereka melakukan makan bersama. Nasi
yang berbungkus daun pisang terasa sangat maknyus dipadu dengan lauk ayam
kampung atau bebek, yang berbumbu khas Aceh.
3. Kenduri Blang
Selain kenduri Tgk
Pu’uk juga ada kenduri Blang.
Kenduri ini dilaksanakan ketika padi sudah tumbuh subur nan hijau. Setiap
keluarga petani memasak didekat persawahan masing-masing dan mengundang
beberapa saudara atau kerabatnya.
Mereka melakukan makan bersama disana. setiap keluarga
mewakili satu orang laki-laki untuk membawa sedikit masakannya ke balee blang. Di balee blang sudah ada panitia yang menerima dan mengatur
rantangan yang dibawa.
Selain warga kampung juga ada di undang beberapa orang
dari kantor camat, polsek dan juga dari kantor pertanian. Acara ini biasanya
dilakukan pada siang hari dengan di awali doa bersama dan diakhiri dengan makan
bersama.
Walaupun masakan yang dihidangkan sangat sederhana,
tetapi kenikmatannya terasa sangat luar biasa. Terdengar senda gurau sesekali
sambil mengunyah paha bebek yang lezat menggambarkan kebahagian si petani yang
luar biasa.
Perkampungan memang identik dikenal banyak melakukan
acara kenduri. Ini semua terjadi karena sosial yang masih sangat tinggi.
Sementara itu, setiap penghujung tahun ibu-ibu sudah mulai
membahas waktu yang tepat melakukan acara “woet
kanji”. Biasanya acara ini dilakukan pada hari senin atau kamis.
Ibu-ibu berkumpul di salah satu lorong di kampung dengan
membawa perlengkapan yang diperlukan, seperti kuali, beras, santan, gula, air,
dan beberapa alat lain yang dibutuhkan.
Dipinggir jalan itulah mereka memasak kanji, dengan asap
dari bakaran ranting-ranting terlihat kanji itu menggugah selera. Setiap yang
lalui jalan tersebut akan disuruh singgah dan mencicipi kanji hasil masakan
mereka. Ibu-ibu ini tidak pindah sebelum kanji itu habis. Ini merupakan salah
satu aktifitas ibu-ibu setiap penghujung tahun. Biasanya yang paling
bersemangat memeriahkan acara ini adalah ibu-ibu lansia.
Lambaro Angan juga masih melestarikan permainan
tradisional seperti manjat pinang, yang merupakan permainan ekstrim yang
dimainkan oleh beberapa kelompok orang. Mereka bekerjasama untuk memperebutkan
hadiah yang di pasang di atas pohon pinang. Pohon pinang yang dipasang memiliki
tinggi 10 hinggi 15 meter.
Permainan ini biasanya diadakan ketika acara tujuh
belasan dan sangat menarik perhatian masyarakat Lambaro Angan.
Kesederhanaan ini telah menjadi sorotan Darwati A. Gani
istri dari Gubernur Aceh Irwandi Yusuf . Darwati tertarik dengan aktifitas
masyarakat Lambaro Angan di bagian pertanian.
Foto: Darwati A Gani Bersama petani Lambaro Angan |
Selain sebagai petani padi, masyarakat Lambaro Angan juga
mencari nafkah dibagian menanam sayur-mayur. Ada yang menanam kangkung, sawi,
bayam, bawang dan beberapa sayuran lain.
Kedatangan Istri Gubernur Aceh ini pertama kali dengan
membawa progam “Tanam Padi Berbasis Organik” pada tahun 2017 bagaikan membawa
sinar penerangan bagi petani Lambaro Angan.
Program ini berhasil dilaksanakan dengan mendapat
dukungan yang luar biasa dari masyarakat. Kegigihan dan keinginan berhasilnya
para petani sangat mendukung program ini berjalan dengan lancar
Di bagian sayur mayur juga tak mau kalah, Darwati A. Gani
membentuk kelompok penanaman bawang dan ia membantu semua peralatan yang
dibutuhkan untuk penanaman bawang, baik dari bibit bawang, pompa air, kawat
pagar, pengolahan pupuk, dan lain sebagainya.
Program ini dibuat guna untuk mensejahterakan masyarakat
menengah kebawah yang punya tekad dan usaha tetapi tidak mempunyai modal.
Program yang baru dibentuk ini pasti akan berjalan lancar dengan dukungannya.
Itulah ulasan sedikit mengenai Desa Lambaro Angan.
Kampung yang penuh dengan kesederhana, keakraban dan sosial yang tinggi. Terasa
begitu tentram ketika jasad dan jiwa berada disini. Kampung halamanku dan juga
semoga menjadi kampung masa depanku. Walaupun berstatus petani tapi itu sangat
membahagiakan kami. Aman nan damai dapat dirasakan disini. [Ratna Sari]