GARAM adalah salah satu bahan masakan yang paling di butuhkan bagi
masyarakat, Industri Garam di Indonesia, khususnya di
Aceh merupakan bagian dari Industri kreatif yang saat ini digalakkan oleh
pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan dan menambah lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Aceh.
Kebutuhan tinggi akan garam dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, membuat industri garam tidak hanya berperan sebagai komoditas
ekonomi saja, tetapi sebagai pemenuhan konsumtif para ibu rumah tangga sebagai
pelengkap bumbu masakan. Namun dari berbagai
potensi tersebut, terlihat daya saing
berbagai produk industri garam Aceh masih belum optimal, seperti design produk
yang kurang menarik dan terkesan murah atau kurang trendi dan proses pembuatan
garam yang masih terlihat tradisional, merupakan akibat dari rendahnya daya
inovasi dan kreasi serta kualitas produk yang dihasilkan.
Dalam meningkatkan mutu kualitas dalam
proses pembuatan garam, tim pengabdian dari Unsyiah melakukan pengabdian
disalah satu petani garam di Kajhu kecamatan Baitussalam Aceh Besar.
Dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
berprofesi sebagai petani garam yang sebelumnya mengolah garam dengan cara
teknik tradisional. Karenanya, kegiatan pengabdian ini ingin mengembangkan dan
menerapkan teknologi pengolahan
pasir
laut
menjadi produk garam
beriodium
menggunakan
Teknologi Ulir
Filter
(TUF)
geomembran
serta teknologi pembentukan
garam menjadi nanopartikel untuk perawatan kulit.
Tim pengusul program ini terdiri dari 2 orang staf pengajar pada fakultas kedokteran dan
dari Fkip Kimia dan dari fakultas Ekonomi Unsyiah. Pengabdian ini sesuai dengan
tingkat kompetensi
masing-masing. Dr. Wahyu
Lestari Sp.KK dari fakultas kedokteran spesialis kulit dan kelamin sebagai ketua pengusul bertanggung jawab terhadap keberhasilan
pengabdian ini.
“Selain
itu
saya juga
berfokus kepada perubahan
garam melalui nano partikel untuk
perawatan
kulit, juga
member pelatihan secara
kontinue tentang bagaimana efek
dari
garam dapat
mempengaruhi
kesehatan kulit dan
bagaimana cara mengantisipasi bila
terjadi
kerusakan pada
kulit
khususnya bagi
usaha
produksi garam dan
masyarakat
umum
yang kulitnya sering terkena sinarmatahari, “ ujar Wahyu Lestari.
Tim pengabdian mendatangi lokasi dan melakukan wawancara
dengan Muslem Yusuf, beliau
merupakan petani garam di Kajhu. Industri pembuatan garam yang dilakukannya merupakan industri
yang di kelola keluarganya sejak tahun 2009. Dimana pada tahun tersebut ia
melihat industri garam yang dahulu sangat banyak sudah mulai hilang
keberadaannya akibat bencana alam Tsunami pada tahun 2004 yang menyapu
berpuluh-puluh petak lahan garam yang ada dan juga para pengindustri garam yang
juga menjadi korban dalam bencana alam silam.
Dengan tetap melestarikan dan melihat potensi serta kebutuhan garam masyarakat yang terus meningkat, ia tetap memproduksi garam, meski non yodium sebagai pendapatan pokoknya. Setiap harinya ia dapat memproduksi 200 kg garam.
Dengan tetap melestarikan dan melihat potensi serta kebutuhan garam masyarakat yang terus meningkat, ia tetap memproduksi garam, meski non yodium sebagai pendapatan pokoknya. Setiap harinya ia dapat memproduksi 200 kg garam.
Muslem Yusuf sudah
mengelola usaha tersebut sekitar 9 tahun, semua kegiatan produksi dilakukan
bersama keluarganya. Proses pengolahan garam yang ia kerjakan masih terbilang tradisional,
mulai dari memasak menggunakan tungku api, dan proses pengkristalan garam pun
sangat berpengaruh pada cuaca, bahkan Jika musim hujan tiba, ia terpaksa tidak
memproduksi garam sampai cuaca kembali terang.
Saat musim
kemarau produksi garam bisa mencapai 3 ton garam setiap bulannya, sedangkan
musim hujan hanya 1,5 ton. Dengan kapasitas produksi tersebut, Muslem Yusuf
memperoleh rata-rata pendapatan Rp. 1.600.000 perbulan tergantung pada tingkat
cuaca dan proses produksi.
Dengan hasil teknologi ini, proses
pembuatan garam akan menjadi lebih mudah, sehingga garam yang dihasilkan pun
akan lebih baik kualitasnya. Tidak hanya itu, melalui pengabdian ini petani
garam juga di latih bagaimana cara mengolah garam menjadi nano partikel,
sebagai produk yang baik untuk perawatan kulit. Dengan hal tersebut, proses
produksi garam akan semakin mudah dan cepat, tak hanya itu keuntungan yang di
dapat oleh petani garam akan semakin tinggi.
Pada kegiatan pengabdian tersebut memfokuskan
para petani garam tradisional untuk bisa beralih dan mengaplikasikan teknologi
Ulir Filter (TUF) atau Geomembran (plastik) sebagai proses pembuatan garam
secara mudah bagi masyrakat.
Penelitian
pengabdian masyarakat ini diharapkan jumlah
produksi dan mutu garam Indonesia mampu bersaing dengan garam impor.
Dengan melihat perbandingan, produktivitas garam dengan menggunakan TUF Geomembran, produksi hasil garam jauh lebih besar dari pada tradisional. Jika jumlah produksi dan mutu garam sudah optimal, maka target swasembada garam bisa tercapai secepatnya di Indonesia, terutama di wilayah Aceh. [Cut Maulidafajriana]
Dengan melihat perbandingan, produktivitas garam dengan menggunakan TUF Geomembran, produksi hasil garam jauh lebih besar dari pada tradisional. Jika jumlah produksi dan mutu garam sudah optimal, maka target swasembada garam bisa tercapai secepatnya di Indonesia, terutama di wilayah Aceh. [Cut Maulidafajriana]