Banda Aceh — Provinsi Aceh dikenal
memiliki bentang alam yang indah dengan perbukitan dan pegunungan yang
membentang luas. Namun, di balik keindahan alam itu, tersimpan potensi bencana
alam yang perlu diwaspadai, terutama tanah longsor yang sering terjadi
di wilayah dengan kemiringan curam dan curah hujan tinggi. Dalam beberapa pekan
terakhir, intensitas hujan yang meningkat di sejumlah kabupaten seperti Aceh
Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Besar menimbulkan kekhawatiran
akan terjadinya longsor termasuk wilayah dengan potensi longsor tinggi
berdasarkan peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG).
Selaku Prakirawan BMKG
Aceh, Nofrida Handayani Sodik menjelaskan bahwa beberapa kawasan di Aceh
berpotensi mengalami curah hujan ringan hingga lebat dengan diiringi angin
kencang. Beliau juga menuturkan bahwa kondisi cuaca seperti ini disebabkan adanya
dipole mode (fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudra Hindia) yang
terpantau aktif sehingga memicu aktivitas konvektif di wilayah Indonesia bagian
Barat, serta adanya belokan angin dan konvergensi di Aceh.
Adapun beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan masyarakat antara lain:
- Menghindari aktivitas di sekitar tebing curam saat hujan deras
- Membersihkan saluran air dan parit agar tidak tersumbat oleh sampah atau lumpur
- Menyimpan perlengkapan darurat, seperti senter, obat-obatan, air minum, serta dokumen penting dalam wadah tahan air.
Tanah longsor tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada beberapa tanda awal yang dapat dikenali, seperti munculnya retakan pada tanah, pohon yang mulai miring, air keruh mengalir dari celah tanah, atau bunyi gemuruh dari perbukitan. Ketika tanda-tanda tersebut muncul, masyarakat dihimbau untuk segera meninggalkan lokasi berisiko dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kewaspadaan dini merupakan langkah penting untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari ancaman bencana.
Selain langkah teknis, edukasi masyarakat juga sangat penting. Tokoh agama dan pemimpin gampong diimbau untuk menyisipkan pesan-pesan kesiapsiagaan dan kepedulian terhadap lingkungan dalam setiap kegiatan sosial maupun keagamaan. Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk menjaga alam dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya” (QS. Al-A’raf [7]: 56)
Ayat ini menjadi
pengingat bahwa merusak alam melalui penebangan liar, penggalian tanah tanpa
izin, dan pengabaian tata kelola lingkungan dapat berujung pada bencana yang
merugikan manusia sendiri. Maka, upaya menjaga keseimbangan alam adalah bagian
dari tanggung jawab iman dan sosial umat. [Cut Aisyah]