Aceh – Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Aceh terus menurun akibat berkurangnya habitat alami dan meningkatnya konflik dengan manusia. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, jumlah harimau di provinsi ini kini diperkirakan hanya sekitar 300 ekor dari total 400–600 individu yang tersisa di seluruh Pulau Sumatera.
Kepala BKSDA Aceh menjelaskan, ancaman utama terhadap keberlangsungan satwa endemik ini adalah alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Kondisi ini membuat habitat harimau semakin sempit dan terfragmentasi, terutama di wilayah Suaka Margasatwa Rawa Singkil dan kawasan Leuser.
Dalam beberapa bulan terakhir, konflik manusia dan harimau dilaporkan meningkat di beberapa daerah, termasuk Aceh Timur dan Aceh Selatan. Sejumlah ternak warga ditemukan tewas diduga akibat serangan harimau, dan jejak kaki hewan buas tersebut juga ditemukan di sekitar kebun masyarakat. Sumber: kompas.com
Menindaklanjuti hal ini, BKSDA bersama aparat kepolisian dan lembaga konservasi telah melakukan patroli rutin dan pemasangan perangkap di daerah rawan konflik. “Kami berupaya mengevakuasi harimau yang masuk ke wilayah penduduk dengan aman tanpa melukai satwa,” ungkap petugas BKSDA Aceh Selatan.
Selain patroli, sejumlah harimau yang terperangkap atau terluka juga telah dievakuasi ke pusat rehabilitasi satwa, seperti sanctuary Barumun di Sumatera Utara. Meski demikian, ancaman jerat dan perburuan liar masih menjadi persoalan serius. Sejak 2019, tercatat 19 kasus kematian harimau akibat aktivitas manusia di Aceh. Sumber: kompas.id
Pemerhati lingkungan menilai perlindungan terhadap Harimau Sumatera harus disertai edukasi kepada masyarakat dan pengawasan ketat terhadap alih fungsi hutan. “Harimau adalah simbol keseimbangan ekosistem. Jika ia punah, maka rusaklah rantai kehidupan hutan,” ujar perwakilan Forum Konservasi Leuser. (Fakhrurazi Al Hafizh)
