Iklan

Iklan

Pemuda Aceh ke Australia: Perjalanan Zuhhad Naafil dengan Beasiswa LPDP

6/12/25, 21:46 WIB Last Updated 2025-06-12T14:46:53Z

Zuhhad Naafil. (Foto: Humas USK)

Brisbane - Zuhhad Naafil, alumnus Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK), saat ini sedang menempuh studi Magister di bidang Entrepreneurship & Innovation di The University of Queensland (UQ), Brisbane, Australia.


Sebagai penerima Beasiswa LPDP 2024 yang prestisius, Zuhhad membagikan kisah inspirasinya sebagai wirausahawan muda, dengan misi untuk memberdayakan orang lain dan memberikan kontribusi nyata bagi tanah kelahirannya, Aceh.


Dari sekian banyak universitas ternama di Australia dan dunia, Zuhhad memilih The University of Queensland karena tiga alasan utama. Pertama, ekosistem kewirausahaan yang dinamis, terutama melalui UQ Ventures, menyediakan ruang ideal bagi mahasiswa dan wirausahawan muda untuk belajar, tumbuh, dan membangun jaringan yang bermakna dalam lingkungan multikultural.


"Kedua, struktur program Master of Entrepreneurship & Innovation sangat selaras dengan tujuan akademik dan profesionalnya, memungkinkan saya untuk mempertajam pola pikir kewirausahaannya serta memperoleh wawasan praktis," sebut Zuhhad.


Ketiga, jaringan luas dari dosen dan alumni yang terhubung langsung dengan dunia industri, termasuk sosok inspiratif seperti Dr. Henry Burgers, dosennya dalam mata kuliah Building Innovation Capability menjadi sumber bimbingan akademik dan pengalaman nyata yang sangat berharga.


Tiba pertama kali di Brisbane adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi Zuhhad. Ia menemukan bahwa budaya Australia sangat berbeda, terutama dalam gaya komunikasi yang lebih lugas dan langsung.


Hal ini awalnya terasa agak kaku dibandingkan dengan keramahan dan senyum hangat yang lazim ditemui di Indonesia. Dari sisi akademik, sistem pembelajaran di UQ terasa sangat inklusif dan menyenangkan.


Mahasiswa didorong untuk berdiskusi secara terbuka, setiap pendapat dihargai, dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkualitas. Bahkan, dosen tidak menuntut perlakuan istimewa, melainkan menciptakan suasana belajar yang setara dan penuh rasa saling menghormati.


"Sistem akademik di UQ juga memberikan pengalaman baru. Tugas yang diberikan tidak banyak, tetapi menuntut analisis mendalam, dan beberapa mata kuliah bahkan tidak memiliki ujian akhir," bebernya.


Mahasiswa dapat mengakses rekaman kuliah dan materi pembelajaran melalui platform digital Blackboard, yang memberikan fleksibilitas dalam proses belajar. Meski sesi perkuliahan bisa berlangsung selama 2–3 jam, diselingi waktu istirahat singkat, pengalaman tersebut terasa sangat bermanfaat.


Berinteraksi dengan mahasiswa internasional menambah warna tersendiri dalam pengalaman Zuhhad. Baik dalam percakapan santai maupun kerja kelompok, ia menikmati pertukaran ide dengan teman-teman dari Tiongkok, Jerman, Prancis, Jepang, Amerika Latin, dan berbagai negara lainnya. Setiap individu membawa perspektif, aksen, dan energi yang berbeda—menjadikan setiap interaksi penuh warna dan wawasan baru.


Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan akademik yang baru, Zuhhad mengambil langkah proaktif. Ia sering datang lebih awal ke kampus untuk mengenal lokasi ruang kuliah dan mempelajari contoh tugas mahasiswa dari semester sebelumnya melalui perpustakaan daring, guna memahami ekspektasi dosen. Usaha ini membantunya beradaptasi dan meraih keberhasilan di lingkungan akademik yang menantang.


Di luar kegiatan akademik, Zuhhad aktif mengikuti berbagai aktivitas kampus dan komunitas. Ia turut serta dalam acara-acara UQ Ventures, seperti iLab Pitching Night, di mana mahasiswa mempresentasikan ide bisnis mereka di hadapan dewan juri untuk memperebutkan dana pengembangan.


Selain itu, ia aktif mengikuti turnamen bulu tangkis di Brisbane dan melatih secara paruh waktu saat libur semester, bukan hanya untuk menjaga kebugaran, tetapi juga untuk membangun jejaring internasional, yang menurutnya sangat penting bagi seorang wirausahawan.


Meskipun berada jauh dari tanah air, Zuhhad tetap terhubung dengan dinamika sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Ia rutin mengikuti diskusi bersama Komunitas Berpikir (KOPIKIR) serta berdialog dengan para wirausahawan di Indonesia dan Aceh. Baik dalam obrolan santai saat ngopi maupun olahraga bersama, ia terus mengevaluasi tren bisnis, peluang, dan tantangan kewirausahaan, baik di dalam maupun luar negeri.


Bagi Zuhhad, menempuh studi di luar negeri bukanlah bentuk jeda dari Indonesia, melainkan langkah strategis untuk mempersiapkan kontribusi yang lebih besar di masa depan. Ia bercita-cita menginspirasi generasi muda Aceh, untuk mampu mengenali potensi di sekitarnya dan mengubahnya menjadi peluang usaha.


"Menjadi mahasiswa internasional bukan hanya tentang kuliah di luar negeri. Ini tentang bertumbuh sebagai pribadi, membangun jejaring, dan mempersiapkan diri untuk memberi dampak nyata. Saya berharap perjalanan saya ini dapat menginspirasi orang lain, khususnya anak muda Indonesia, untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, menghadapi tantangan dengan berani, dan menyalakan semangat kewirausahaan bagi generasi berikutnya," ungkapnya.


Ia percaya bahwa membangun kemakmuran melalui kolaborasi dan kewirausahaan adalah kunci, dan bahwa generasi muda tidak seharusnya hanya bergantung pada peluang kerja di sektor pemerintahan yang terbatas. Sebaliknya, mereka harus terdorong untuk berkreasi, berinovasi, dan menjadi pemimpin perubahan.


Ia menutup dengan kalimat yang penuh makna, “Ilmu itu seperti sebilah pisau, bukan untuk menyakiti, melainkan untuk mengupas buah bagi orang-orang tercinta. Ilmu memberi kita kekuatan untuk melindungi dan memberi.” []

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Pemuda Aceh ke Australia: Perjalanan Zuhhad Naafil dengan Beasiswa LPDP

Terkini

Topik Populer

Iklan