FOTO : Google |
ISLAM terus mengalami kejayaan-kejayaan
yang luar biasa, khususnya pada tempo dulu. Para pejuang-pejuang tangguh yang
berasal dari beragam wilayah yang luas bersatu dalam barisan perjuangan agama
yang Allaah ridhoi, Islam. Nah, pemuda tangguh dengan keagungan itu ialah Habib
ibn Zaid.
Habib Ibn Zaid adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Beliau merupakan seorang anak dari sepasang suami istri yang
gigih dalam memperjuangkan agama Islam. Ayahnya bernama Zaid ibn ‘Ashim
sedangkan ibunya bernama Nusaibah binti Ka’b.
Dalam buku Biografi 60 Sahabat Rasulullah yang ditulis oleh Khalid
Muhammad Khalid bahwa Habib dan ayahnya masuk kedalam 70 laki-laki penduduk
Madinah yang membai’at Rasulullah serta ada dua orang wanita dari Madinah yang
ikut membai’at Rasulullah, salah satunya ialah ibu Habib ibn Zaid. Kemudian
satu wanita lagi ialah bibinya Habib.
Habib ibn Zaid ialah sosok pria mukmin tulen yang di dalam dirinya
terdapat keimanan yang sungguh luar biasa. Bahkan ia tidak pernah ketinggalan
dalam satu perang pun dan tidak pernah pula berhenti dalam menunaikan
kewajibannya sebagai seorang Muslim yang taat akan perintah Allah dan
Rasul-Nya.
Pernah suatu hari ketika wilayah selatan Jazirah Arab menyaksikan
munculnya dua pendusta yang mengakui dirinya seorang nabi dan menuntut umat
manusia untuk menuju kepada kesesatan. Dua nabi palsu ini ialah Aswad ibn Ka’ab
al-Unsi dari Shana’a dan Musailamah al-Kadzdzab dari Yamamah.
Gencarnya usaha dua pendusta yang mengaku dirinya nabi ini dalam
menghasut umat dan memusuhi kaum Mukminin yang mengikuti seruan Allah dan
Rasul-Nya serta mereka juga menghasut untuk memusuhi para delegasi Rasulullah
yang di utus ke negeri-negeri tersebut.
Suatu hari Rasulullah dikagetkan dengan kedatangan seorang utusan
yang dikirim oleh Musailamah untuk menyampaikan surat tersebut kepada
Rasulullah. Surat itu berisi:
“Dari Musailamah utusan Allah, untuk muhammad Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu. Amma
Ba’du, sesungguhnya aku telah diutus untuk berserikat denganmu dalam urusan
(kerasulan). Kita memiliki separuh bumi dan kaum Quraisy memiliki separuhnya,
tetapi Quraisy adalah kaum yang melampaui batas.”
Kemudian Rasulullah memanggil seorang sahabat yang baik dalam
menulis untuk membalas surat dari Musailamah seorang nabi palsu tersebut.
Adapun jawaban Rasulullah dalam suratnya berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah, kepada Musailamah al-Kadzdzab. Semoga keselamatan senantiasa berlimpah kepada orang yang mengikuti
hidayahnya. Selanjutnya, sesungguhnya bumi adalah milik Allaah yang Dia (Allah)
wariskan kepada hamba yang Dia (Allah) kehendaki. Adapun akibat yang baik untuk
orang-orang yang takwa.”
Ketika balasan surat dari Rasulullah untuk Musailamah yang sempat
dibawa oleh utusan Musailamah tersebut, ternyata Musailamah tidak berhenti
dalam menebarkan kebohongan dan terus menggencarkan usahanya untuk menyesatkan
kaum Mukminin.
Melihat kejadian yang cukup miris ini, Rasulullah berfikir untuk
mengirimkan surat demi menghentikan
kebodohan Musailamah tersebut.
Rasulullah memilih Habib ibn Zaid untuk mengantarkan surat itu
kepada Musailamah. Dengan hati yang ridho ia pergi mengantarkan surat tersebut
dan berharap Musailamah tersentuh mendapat hidayah menuju kebenaran.
Ketika tiba di tempat tujuan ia menyaksikan kekejaman tiada
penghargaan terhadap sebuah kata-kata yang penuh hikmah dari manusia termulia,
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Musailamah merobek surat tersebut.
Musailamah tidak lebih
hanyalah seorang pendusta besar terhadap bumi ini, ia seorang munafik yang luar
biasa. Tidak memiliki kehormatan, rasa kearaban, maupun kejantanan yang mencegahnya untuk menumpahkan
darah seorang utusan penyampai surat tertulis.
Kebesaran agama yang agung dan mulia, Islam. Allah menakdirkan
Habib untuk menjadi satu dari sekian banyak manusia yang Allah berkahi dalam
kehidupan ini.
Percakapan yang sempat membuat hati Musailamah marah takkala ia
berbicara tentang kesaksian Habib bahwa dirinya (Habib) meyakini bahwa Muhammad
adalah utusan Allah dan mengingkari bahwa ia tidak mendengar pertanyaan dari
Musailamah yang berbunyi “Engkau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”.
Mendengar jawaban dari lisan seorang utusan Rasulullah ini, wajah
Musailamah terlihat kelam, dengki dan kebingungan.
Rencana yang telah dirancanganya gagal total, ketika ia ingin
memperlihatkan mukjizat palsunya di hadapan orang-orang yang telah ia kumpulkan.
Saat itulah ia mengerang seperti sapi yang disembelih. Ia panggil para algojo
yang telah menohok tubuh Habib dan pedangnya yang tajam.
Kemudian ia potong-potong tubuh tersebut, sepotong demi sepotong,
secuil demi secuil, satu anggota demi satu anggota. Namun sahabat mulia itu
hanya mengucapkan kalimat mulia yang teramat agung dan terus ia dengungkan :
“La Illaha Illallah, Muhammad Rasulullah.”
Ia pergi dengan membawa iman yang sempurna. Seandainya jika saat
itu ia ingin menyelamatkan nyawanya dengan sedikit melakukan tipu daya terhadap
Musailamah dengan tetap memegang teguh pada iman di dalam dadanya.
Tapi takdir berkata lain, ia wafat dengan membawa iman yang utuh
dan kokoh. Rasa cintanya kepada Allaah dan Rasul-Nya amatlah murni.
Semoga Allah tetap memberikan kekokohan iman di dalam hati kita.
Dan jangan pernah berhenti untuk menghidupkan syiar-syiar Islam di atas muka
bumi-Nya. Berjuanglah untuk kebenaran! Semoga bermanfaat. (Nurmalasari)