Iklan

Iklan

Someone to Talk: Ketika Dakwah Bermula dari Mendengar

10/10/25, 20:07 WIB Last Updated 2025-10-16T04:12:16Z


Di era digital ini, Generasi Z (lahir sekitar tahun 1997–2012) tumbuh dalam dunia yang hiperterhubung (hyperconnected), tetapi secara emosional justru banyak yang merasa terputus. 

Di balik notifikasi yang tak berhenti, story yang tampak bahagia, dan percakapan grup yang ramai, ada perasaan sunyi yang sulit dijelaskan. Kita hidup dalam budaya “online presence” yang menuntut untuk selalu tampak baik-baik saja. Maka banyak di antara kita tanpa sadar menekan emosi pribadi, menutup luka, dan menampilkan versi terbaik diri, bahkan ketika hati sedang tidak baik-baik saja.


Akibatnya, muncul kebutuhan besar untuk memiliki safe space, ruang aman tempat seseorang bisa didengar tanpa dihakimi. Itulah mengapa frasa “someone to talk” terasa begitu dalam bagi generasi ini. Di balik kata sederhana itu, tersimpan kerinduan akan empati, penerimaan, dan keberadaan seseorang yang sungguh mau mendengar.


Fenomena ini dikenal para peneliti sebagai “modern loneliness” yaitu kesepian modern yang bertolak belankang di tengah dunia serba terkoneksi. Menurut survei dari Cigna (2021), sekitar 79% Generasi Z mengaku merasa kesepian meski aktif di media sosial. 


Begitu pula studi dari Harvard Graduate School of Education (2021) yang menemukan bahwa lebih dari separuh anak muda merasa tidak memiliki seseorang yang benar-benar bisa diajak bicara saat sedang kesulitan.


Dalam perspektif Islam, kebutuhan untuk “didengar” bukan hal yang sepele. Islam memandang manusia sebagai makhluk sosial yang saling menolong dan mendukung dalam kebaikan. Allah berfirman:


Barang siapa yang meringankan kesulitan seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan kesulitannya di dunia dan di akhirat.” (HR. Bukhari No. 2442, Shahih)


Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai kebaikan dalam menjadi tempat bersandar bagi sesama. Dakwah, dalam makna yang lembut, tidak selalu tentang berbicara di mimbar, tapi juga tentang hadir mendengarkan dengan hati. Dalam dunia Generasi Z yang cepat dan penuh tekanan, menjadi “someone to talk” bisa menjadi bentuk dakwah paling sederhana dan mungkin paling dibutuhkan.


Islam juga mengajarkan qaulan layyinan (perkataan yang lembut) sebagaimana diperintahkan Allah kepada Nabi Musa untuk berbicara dengan Fir’aun (QS. Thaha [20]: 44).


Prinsip ini bisa menjadi pedoman bagi kita untuk menghadirkan kata dan sikap yang menenangkan saat orang lain berbagi luka batinnya.


Di tengah hiruk pikuk media sosial, ketika “curhat” sering berubah jadi tontonan atau dijawab dengan sarkas, barangkali bentuk dakwah paling tulus hari ini adalah mendengarkan tanpa menggurui, tanpa menghakimi. Kadang, yang dibutuhkan seseorang bukan nasihat panjang, tapi sekadar kalimat lembut: “Aku dengar kamu dan aku di sini.”


Mungkin itu cara paling manusiawi dan paling islami untuk menyembuhkan luka di zaman ini. [Aida Rizkany Ash-Shofa]

 


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Someone to Talk: Ketika Dakwah Bermula dari Mendengar

Terkini

Topik Populer

Iklan