![]() |
Ilustrasi (Foto: iStok) |
Banda Aceh - Wilayah Banda Aceh diguyur hujan pada Sabtu (24/05/2025), sejak siang hingga malam hari, meskipun sebelumnya cuaca panas dengan terik matahari.
Fenomena ini tampak bertolak belakang dengan prakiraan cuaca dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), yang menyebutkan bahwa periode Mei-Juni 2025 seharusnya sudah memasuki awal musim kemarau.
Tak hanya Banda Aceh, sejumlah daerah lain di Indonesia juga mengalami hujan, meskipun telah diperkirakan memasuki musim kering.
Indonesia tengah mengalami fenomena cuaca yang tidak biasa, yakni "kemarau basah", dimana hujan masih turun meskipun secara kalender telah memasuki musim kemarau.
BMKG mengungkap fenomena ini diprediksi berlangsung hingga Agustus 2025. Fenomena tersebut pula berdampak pada berbagai sektor, termasuk pertanian dan pengelolaan sumber daya air.
Dilansir dari berbagai referensi, kemarau basah adalah kondisi dimana curah hujan tetap tinggi atau diatas normal selama musim kemarau. Biasanya, musim kemarau identik dengan cuaca kering dan minim hujan, namun dalam kondisi ini, hujan masih terjadi dengan intensitas yang signifikan.
Menurut BMKG, sekitar 26% wilayah Indonesia diprediksi mengalami kemarau lebih basah dari normal pada tahun ini.
"Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya," demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia.
Wilayah-wilayah yang diperkirakan terdampak kemarau dengan intensitas hujan lebih tinggi ini mencakup sebagian wilayah Aceh, sebagian besar Lampung, kawasan barat hingga tengah Pulau Jawa, serta daerah di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sejumlah area di Sulawesi, dan sebagian wilayah tengah Papua.
Dilansir dari.metrotvnews.com berikut beberapa penyebab kemarau basah, faktor utama yang menyebabkan terjadinya kemarau basah di antaranya:
- Suhu permukaan laut yang lebih hangat dari biasanya, terutama di perairan sekitar Indonesia, yang meningkatkan penguapan dan memperbanyak pembentukan awan hujan.
- Lemahnya aliran massa udara dari Australia, yang biasanya menghambat terbentuknya awan di wilayah Indonesia saat kemarau. Ketika angin ini melemah, hujan lebih mudah terjadi.
- Pengaruh La Niña, yaitu fenomena iklim yang merupakan bagian dari siklus ENSO (El Niño-Southern Oscillation). La Niña terjadi ketika suhu muka laut di Pasifik timur lebih dingin dari normal, menyebabkan suhu laut di wilayah Indonesia menjadi lebih hangat dan meningkatkan aktivitas konvektif, sehingga curah hujan pun meningkat.
- Fenomena IOD (Indian Ocean Dipole), khususnya IOD negatif, yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian timur (dekat Indonesia) lebih hangat dibandingkan bagian baratnya. IOD negatif memperkuat pembentukan awan dan hujan di wilayah Indonesia, dan bila terjadi bersamaan dengan La Niña, potensi curah hujan ekstrem menjadi lebih tinggi.
Disisi lain, fenomena kemarau basah ini berdampak pada sektor pertanian, dimana pola tanam bisa terganggu karena petani biasanya mengandalkan prediksi musim untuk menanam dan panen.
Selain itu, potensi banjir di wilayah yang tidak siap menerima curah hujan saat musim kemarau juga meningkat.
BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk menyesuaikan strategi pengelolaan air, terutama di wilayah yang masih mengalami hujan selama musim kemarau. [Maisarah]